Hukuman Mati – Pengertian, Jenis, Pasal, Metode, Kontroversi, Contoh

Diposting pada

Hukuman Mati – Pengertian, Jenis, Pasal, Metode, Kontroversi, Contoh : Hukuman mati merupakan hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman yang dikenakan pada seseorang sebagai akibat dari perbuatannya. Pada tahun 2005, setidaknya 2.148 orang dieksekusi di 22 negara, termasuk dinegara kita, Indonesia. Dari data tersebut 94% praktek hukuman mati hanya dilakukan di beberapa negara, seperti Iran, Arab Saudi, Amerika Serikat dan Cina.


Hukuman Mati
Hukuman Mati

Pengertian Hukuman Mati

“Hukuman mati” berasal dari kata dasar hukum dan mati. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata “hukum” yaitu,  peraturan atau adat yangg secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah, undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat, patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yang tertentu, keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan).


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : BPUPKI : Pengertian, Anggota, Tugas, Sidang, Dan Tujuan Beserta Sejarahnya Lengkap


Sementara “hukuman” sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu

(1) siksa dan sebagainya yang dikenakan kepada orang yang melanggar undang-undang dsb;

(2) keputusan yg dijatuhkan oleh hakim;

(3) hasil atau akibat menghukum.


Selanjutnya ada kata “mati” yang memiliki arti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu

(1) sudah hilang nyawanya; tidak hidup lagi

(2) tidak bernyawa; tidak pernah hidup .

Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi “hukuman mati” yaitu hukuman yang dijalankan dengan membunuh atau menghilangkan nyawa orang yang bersalah menurut peraturan yang berlaku.


Jenis-jenis Hukuman Mati

Pidana mati sudah dikenal oleh hampir semua suku di Indonesia. Berbagai macam delik yang dilakukan diancam dengan pidana mati. Cara melaksanakan pidana mati juga bermacam-macam; ditusuk dengan keris, ditenggelamkan, dijemur dibawah matahari hingga mati, ditumbuk kepalanya dengan alu dan lain-lain.


Di Aceh,  seorang istri yang berzina dibunuh. Di batak, jika pembunuh tidak membayar denda dan keluarga dari yang terbunuh menyerahkan untuk pidana mati, maka pidana mati segera dilaksanakan. Kalau di Minangkabau menurut pendapat konservatif dari Datuk Ketemanggungan dikenal hukum membalas, siapa yang mencurahkan darah juga dicurahkan darahnya.


Sedangkan di Cirebon penculik atau perampok wanita, baik penduduk asli atau bukan yang menculik atau mengadaikan pada orang Cirebon d anggap kejahatan yang dapat dipidana mati. Di Kalimantan, orang yang bersumpah palsu dipidana mati dengan jalan ditenggelamkan. Di sulawesi Selatan pemberontakan terhadap pemerintah kalau yang bersalah tak mau pergi ke tempat pembuangannya, maka ia boleh dibunuh oleh setiap orang.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Sejarah Lahirnya Pancasila Sebagai Ideologi Dan Dasar Negara


Di Sulawesi Tengah,  seorang wanita  yang berhubungan dengan seorang pria batua yaitu budak, maka tanpa melihat proses di pidana mati. Di Kepulauan  Aru orang yang membawa dengan senjata mukah, kalau ia tak dapat membayar denda ia dipindana mati. Di Pulau Bonerate, pencuri dipidana mati dengan jalan tidak diberi makan, pencuri itu diikat kaki tangannya kemudian ditidurkan di bawah matahari hingga mati.


Di Nias, bila dalam tempo tiga hari belum memberikan uang sebagai  harga darah pada keluarga korban, maka pidana mati diterapkan. Di Pulau Timor, tiap kerugian dari kesehatan atau milik orang harus dibayar atau dibalaskan. Balasan itu dapat berupa pidana mati.


Sedangkan di Lampung terdapat beberapa delik yang diancamkan dengan pidana mati yaitu pembunuhan, delik slah putih (zina antara bapak dan ibu dengan anaknya atau mertua dengan menantunya dsb) dan berzina dengan istri orang lain.


Peraturan Tentang Hukuman Mati

Indonesia adalah negara yang sampai saat ini masih menerapkan hukuman mati. Penerapan hukuman mati tersebut berawal dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Wetboek van Strafrecht (WvS) pada masa kolonial Belanda.


Undang-undang itu disahkan 1 Januari 1918 setelah dilakukannya unifikasi terhadap seluruh hukum pidana bagi golongan penduduk Hindia Belanda. Penerapan hukuman mati merupakan salah satu upaya penegakan hukum di Indonesia. Hukuman mati dapat dianggap sebagai jenis hukuman yang memiliki efek jera paling tinggi, yaitu menyebabkan seorang pelaku kehilangan hak untuk hidup dan tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Isi Trikora ( Tri Komando Rakyat ) : Tujuan, Latar Belakang, Sejarah Awal Hingga Akhir


Pasal Hukuman Mati

Dasar pemberlakuan hukuman mati di Indonesia diatur dalam Pasal 10 huruf a Angka (1) KUHP hingga Pasal 11 KUHP. Yang dimaksudkan dengan kejahatan-kejahatan yang berat itu adalah:

  1. Pasal  104 KUHP (makar terhadap presiden dan wakil presiden);
  2. Pasal 111 ayat (2) KUHP (membujuk negara asing untuk bermusuhan atau berperang, jika permusuhan itu dilakukan atau terjadi perang);
  3. Pasal 124 ayat (1) KUHP (membantu musuh ketika perang);
  4. Pasal 124 KUHP (menyebabkan atau memudahkan atau menganjurkan huru hara);
  5. Pasal 140 ayat (3) KUHP (makar terhadap raja atau presiden atau kepala negara sahabat yang direncanakan atau berakibat maut);

  6. Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana);
  7. Pasal 365 ayat (4) KUHP (pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan luka berat atau mati);
  8. Pasal 368 ayat 2 (pemerasan dengan kekerasan yang mengakibatkan luka berat atau mati)
  9. Pasal 444 KUHP (pembajakan di laut, di pesisir dan di sungai yang mengakibatkan kematian); dan
  10. Pasal 479 k ayat (2) dan Pasal 479 o ayat (2) KUHP (kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan).

Selain terhadap kejahatan yang diatur dalam KUHP, undang-undang hukum pidana diluar KUHP juga ada yang mengatur tentang pidana mati. Peraturan tersebut antara lain :

  1. Pasal 2 Undang-Undang No.5 (PNPS) Tahun 1959 tentang wewenang Jaksa Agung/Jaksa Tentara Agung dan tentang memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana yang membahayakan pelaksanaan perlengkapan sandang pangan.
  2. Pasal 2 Undang-Undang No. 21 (Prp) Tahun 1959 tentang memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana ekonomi.
  3. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No. 12 tahun 1951 tentang senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak.

  4. Pasal13 Undang-Undang No. 11 (PNPS) Tahun 1963 tentang pemberantasan kegiatan subversi. Pasal 23 Undang-Undang no. 31 T ahun 1964 tentang ketentuan pokok tenaga atom.
  5. Pasal 36 ayat 4 sub b Undang-Undang no. 9 tahun 1976 tentang Narkotika
  6. Undang-Undang No.4 Tahun 1976 tentang kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan.

Metode Hukuman Mati

Dalam sejarah, dikenal beberapa cara pelaksanaan hukuman mati:

  • Hukuman pancung merupakan hukuman dengan cara potong kepala.
  •  Hukuman rajam merupakan hukuman dengan cara dilempari batu hingga mati.
  • Hukuman sengatan listrik merupakan hukuman dengan cara duduk di kursi yang kemudian dialiri listrik bertegangan tinggi.

  • Hukuman gantung merupakan hukuman dengan cara digantung di tiang gantungan
  • Suntik mati merupakan hukuman dengan cara disuntik obat yang dapat membunuh
  • Hukuman tembak merupakan hukuman dengan cara menembak jantung seseorang, biasanya pada hukuman ini terpidana harus menutup mata untuk tidak melihat.

    Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : VOC : Sejarah, Hak Istimewa VOC, Kebijakan, Tujuan, Dan Latar Belakang


Kontroversi Hukuman Mati

Studi ilmiah secara konsisten gagal untuk memberikan bukti yang meyakinkan bahwa hukuman mati membuat efek jera dan efektif dibanding hukuman lainnya. Survei PBB dilakukan pada tahun 1998 dan 2002 tentang hubungan antara angka kejahatan pembunuhan dan praktek hukuman mati menunjukan, hukuman mati lebih buruk dari pada penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera pada pembunuhan kriminal.


Tingkat kejahatan terkait erat dengan masalah kesejahteraan dan kemiskinan, serta apakah kerja badan-badan penegak hukum. Dukungan untuk hukuman mati berdasarkan argumen bahwa hukuman mati untuk pembunuhan brutal akan mencegah banyak orang untuk membunuh karena akan mengguncang hukuman yang sangat berat. Jika penjahat penjara bisa jera dan juga dapat membunuh lagi jika tidak jera, para penjahat hukuman mati tidak akan bisa membunuh lagi karena dijalankan dan pada dasarnya mempertahankan kehidupan yang lebih luas.


Dalam banyak kasus banyak penjahat residivis yang terus berulang kali melakukan kejahatan karena beratnya hukuman. Seringkali penolakan hukuman mati hanya didasarkan pada sisi manusia dari para pelaku tanpa melihat sisi kemanusiaan dari korban sendiri, keluarga, kerabat atau orang-orang yang bergantung pada korban. Lain halnya jika keluarga adalah korban telah mengampuni keputusan pelaku dapat diubah dengan prasyarat yang jelas.


Sampai dengan Juni 2006 hanya 68 negara yang masih menerapkan praktik hukuman mati, termasuk juga di Indonesia, dan hampir dari setengah negara di seluruh dunia sudah menghapus hukuman mati.  Ada 88 negara yang telah menghapuskan hukuman mati untuk semua kategori kejahatan, ada 11 negara yang menghapus hukuman mati untuk kejahatan, 30 negara moratorium malakukan hukuman mati, dan dari 129 negara yang melakukan penghapusan terhadap hukuman mati,


Praktek hukuman mati juga sering dianggap sebagai bias, terutama bias yang kelas dan bias ras. Di AS, sekitar 80% dari kematian baris narapidana yang non-putih dan berasal dari kelas bawah. Sementara di banyak negara banyak terpidana mati yang merupakan warga negara asing tetapi tidak diberikan penerjemah selama proses tersebut.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pembacaan Teks Proklamasi 17 Agustus 1945 


Kesalahan Vonis Pengadilan

Sejak 1973, 123 terpidana mati yang dirilis di AS setelah penemuan bukti baru bahwa mereka tidak bersalah atas tuduhan terkait dengan mereka. Dari jumlah 6 kasus di tahun 2005 dan 1 kasus pada tahun 2006. Beberapa dari mereka yang dirilis di saat-saat terakhir untuk dieksekusi. Kesalahan ini sering dikaitkan dengan polisi dan jaksa untuk bekerja dengan baik, atau juga karena tidak tersedianya pengacara yang baik.


Vonis Mati di Indonesia

Di Indonesia memiliki puluhan orang dieksekusi berikut warisan kolonial Belanda dari sistem KUHP. Bahkan selama Orde Baru korban dieksekusi sebagian besar tahanan politik.

Meskipun amandemen kedua konstitusi UUD ’45, Pasal 28, ayat 1, menyatakan: “Hak untuk hidup, bebas dari penyiksaan, kebebasan berpikir dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk pengakuan sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut di bawah hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun “, tetapi hukum tetap di bawah daftar hukuman mati.


Masyarakat pada umumnya juga memiliki hak untuk hidup dan tidak disiksa. Untuk melindungi hak-hak hidup, maka pelanggaran hak-hak ini harus dihukum mati.

Sampai tahun 2006 ada 11 undang-undang dan peraturan yang masih memiliki hukuman mati, seperti KUHP, UU Narkotika, Anti-Korupsi UU, UU Anti-terorisme, dan UU Pengadilan HAM. Daftar ini bisa menjadi lebih lama dengan RUU Intelijen dan RUU Rahasia Negara.Putusan atau kematian kalimat mendapat dukungan luas dari pemerintah dan rakyat Indonesia. Pemungutan suara dilakukan di media Indonesia secara umum menunjukkan dukungan 75% untuk hukuman mati.


Contoh Hukuman Mati

Tahun Hukuman Mati yang dilaksanakan Kasus
2015 Rani Andriani Narkoba (Banten)
Namaona Denis (Malawi) Narkoba (Banten)
Ang Kim Soe (alias Kim Ho alias Ance Thahir alias Tommi Wijaya) (Belanda) Narkoba (Banten)
Marco Archer Cardoso Moreira (Brazil) Narkoba (Banten)
M. Adami Wilson alias Abu (Malawi) Narkoba (Banten)
Tran Thi Bich Hanh (Vietnam) Narkoba (Jateng)
2013 Muhammad Abdul Hafeez (Pakistan) Narkoba (Banten)
Suryadi Swabuana alias Adi Kumis Pembunuhan Berencana (Sumsel)

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Sejarah Terbentuknya Tentara Nasional Indonesia Menurut Ahli Sejarah


 

Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Cari