Pengertian Advokat

Diposting pada

Pengertian Advokat

Advokat-adalah

Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan, yang memenuhi persyaratan bedasarkan ketentuan undang-undang, jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. Klien adalah orang, badan hukum, atau kembaga lain menerima jasa hukum dari advokat. Bantuan hukum adalah jasa hujum yang diberikan advokat secara Cuma-Cuma kepada klien yang tidak mampu.


Kata advokat itu sendiri berasal dari bahasa latin, yaitu “ADVOCARE” yang berarti to deffend, to call one said, to vouch or to warrant.Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “ADVOCATE” yang berarti to speakin favorof or defend by argument, to support, indicate or recommand publicly. Dalam bahasa Belandajuga disebutkan bahwa advokat berasal dari kata “ADVOCAAT” yakni seorang yang telah resmi dianggakat dalam profesinya sebagai  Meester in de Rechten (Mr).


Di Indonesia sendiri, muncul penamaan-penamaan yang berkaitan dengan profesi advokat ini diantaranya lawyer, pengacara, barrister, penasehat hukum, dan konsultan hukum. Variasi dari penamaan-penamaan tersebut dikarenakan dalam undang-undang memakai istilah yang  berbeda-beda, misalkan dalam undang-undang no.1 tahun 1981 tentang kitab undang-undang  hukum acara pidana (KUHAP) mengunakan istilah penasehat hukum, sedangkan dengan disahkannya undang-undang no.18 tahun 2003 tentng advokat, maka seluruh penamaan yang berhubungan dengan dengan konteks pembelaan baik didalam ataupun diluar persidangan telah disatukan menjadi “advokat”, sehingga semua penamaan yang lain sudh tidak dipakai lagi.


Sedangkan menurut Kode Etik Advokat ( disahkan tahun 23 mei tahun 2002 ), advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan bedasarkan undan-undang yang berlaku, baik sebagai advokat, pengacara,penasehat hukum, pengacara praktek, ataupun sebgai konsultan hukum.


Dalam hal ini seorang advokat selain memberikan bantuan hukum diluar pengadilan, berupa konsultasi hukum, negosiasi,maupundalamhal pembuatan perjanjian kontrak-kontrak dagang ataupun melakukan tindakan hukum lainnya untuk kepentingan hukum dari klien baik orang maupun lembaga atau badan hukum yang menerima jasa hukum dari advokat.


Fungsi dan peranan advokat dalam proses penegakan hukum

Peran dan fungsi advokat tidak akan lepas dari yang namanya penegakan hukum, khususnya di Indonesia. Pola penegakan hukum dipengaruhi oleh tingkat perkembangan masyarakat, tempat hukum itu berlaku atau diberlakukan (locus tempus). Dalam masyarakat yang sederhana,pola penegakan hukumnya dilaksanakan berdasarkan mekanisme dan prosedur yang sedehana pula, namun dalam perkembangan masyarakat yang modern atau bisa dikatakan sedikit lebih maju perkembangannya yang memiliki tingkat rasionalitas dan tingkat spesialisasi dan differensiasi yang begitu tinggi,pengognisasian penegakan hukum menjadi lebih kompleks dan birokratis dalam proses penegakan hukumnya.


Sebagai akibatnya, penegakan hukum bukan lagi berbicara tentang orang yang menjadi apaarat penegak hukum tersebut,tapi juga organisasi yang mengatur dan mengoprasionalisasikan proses penegakan hukum tersebut. Secara sosiologis, ada suatu jenis hukum yang mempunyai daya laku bisa lebih kuat dibanding hukum yang lain. Banyak didapati hukum yang ada sebagai produk dari sebuah kekuasaan tidak sesuai dengan kenyataanya dengan hukum yang nyata di masyarakat. Maka berdasarkan pada fenomena tersebut, fungsi dan peranan advokat dalam upaya penegakan hukum menurut ketentuan pasal 5 ayat (1) undang-undang  no.18 tahun 2003 tentang advokat dan lainnya adalah secara garis besar sebagai berikut:

  1. Advokat berstatus sebagai penegak hukum bebas dan mandiri yang dijaminoleh hukum dan peraturn perundang-undangan. Artinya profesi advokat bisa disamakan dengan  kedudukan penegak hukum lainnya dalammenegakan hukum dan keadilan.
  2. Memberikan bantuan hukum kepada setiap orang yang membutuhkan dengan tidak boleh membedakan antara ras, suku, dan agama dalam melakukan praktek penegakan hukum tersebut.
  3. Menjunjung tinggi nilai keadilan dan morlitas serta kebenaran.
  4. Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia.
  5. Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan advokat terhadap masyarakat dengan cara belajar terus menerus (continues legal education) untuk memperluas wawasn keilmuannya.
  6. Membela kepentingan klien (litigsi) diluar pengadilan dan mewakili klien di muka pengadilan (legal representation).
  7. Memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat yang lemah dan tidak mampu (pro bono publico).
  8. Memberikan pelayanan hukum (legal service), konsultasi hukum (legal consultation),nasehat hukum (legal advice), pendapat hukum (legal opinion), informasi hukum (legal information), dan dan menyusun kontrak-kontrak atau perjanjian (legal drafting).
  9. Memegang teguh sumpah advokat dalam rangka menegakan hukum, keadilan, dan kebenaran.
  10. Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat, dan martabat advokat.
  11. Menjaga hubungan baik dengan klien maupun dengan teman sejawat.
  12. Memelihara persatuan dan kesatuan advokat agar sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi advokat.
  13. Menangani perkara-perkara sesuai dengan kode etik advokat, baik secara nasional mauoun internasional.
  14. Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan yang merugikan masyarakat dengan cara mengawasi pelaksanaan etika profesi advokat melalui Dewan Kehormatan Asosiasi Advokat.

Pemahaman Masyarakat Tentang Jasa Advokat

Penggunaan jasa advokat tidak hanya diperlukan seseorang ketika menghadapi masalah hukum. Terkadang, masyarakat borjius atau kalangan atas, memiliki pengacara atau advokat pribadi. Bahkan, tidak jarang para pengacara atau advokat sering dipakai sebagai juru bicara seseorang. Proses memilih advokat atau pengacara sesuai dengan kebutuhan hukumnya hampir sama dengan proses memilih dokter, akuntan, notaris, arsitek, dan pekerja propesianal lainnya.

Perlu kehati-hatian dan ketelitian klien dalam memilih jasa perizinan dan menentukan advokat atau pengacara untuk menangani urusan hukumnya, beberapa petunjuk dapat dijalankan.

  • Pastikan bahwa advokat atau pengacara tersebut benar-benar merupakan advokat atau pengacara resmi yang memiliki izin praktik yang masih berlaku, bukan pengacara “gadungan” atau “porkot”.
  • Pastikan bahwa advokat atau pengacara memiliki kualifikasi yang baik dalam bidang hukum tersebut.
  • Pastikan bahwa advokat atau pengacara tidak memiliki konflik kepentingan (conflict interest) dalam kasus yang ditangani.
  • Pastikan bahwa advokat atau pengacara tidak akan melakukan kerjasama dengan pihak lawan atau advolat/pemgacara pihak lawan.
  • Pastikan bahwa advokat atau pengacara tersebut memiliki track record yang baik dalam keadvokatan atau pengacaraan (perusahaan konsultan atau kantor konsultan), termasuk menyangkut etika, moral, dan kejujurannya.
  • Pastikan bahwa advokat atau pengacara tersebut tidak pernah terlibat dalam malpraktik hukum.
  • Pastikan bahwa advokat atau pengacara adalah tipe pekerja keras dan berdedikasi tinggi akan profesinya serta benar-benar bekerja demi kepentingan kliennya.
  • Jika merasa ragu terhadap kredibilitas seorang advokat atau pengacara, mintkanlah fotokopi izin praktik advokat yang bersangkutan (berwarna merah) yang diterbitkan oleh Komite Kerja Advokat Indonesia, bukan kop suratnya, atau mintalah informasi tentang advokat atau pengacara tersebut langsung kepada asosiasi-asosiasi advokat atau pengacara resmi yang diakui oleh undang-undang, yaitu Persatuan Advokat Indinesia (PERADI), Kongres Advokat Indinesia (KAI), Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), HimpunanAdvokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI),  Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).
  • Jika diperlukan tidak sepantasnya oleh oknum advokat atau pengacara, laporkan yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Profesi Advokatyang telah ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), ), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), HimpunanAdvokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI),  Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM).

Sistem Tarif Dan Kode Etik Advokat

Jasa advokat merupakan jasa yang memberikanperlindungan hukum dan pendampingan hukum kepada klien yang dihadapkan pada sebuah masalah hukum, pembayaran terhadap jasa advokat dilakukan oleh klien yang menggunakan jasa advokat tersebut dengan jumlah atau nominal yang telah disepakati . ini sesuai dengan isi UU No. 18 Tahun 2003tentang advokat pasal 1 ayat 7, yang menyebutkan bahwa, “Honorarium adalah imbalan atas jasa hukum yang diterima oleh advokat berdasarkan kesepakatan dengan klien”.


Juga disebutkan dalam pasal 1 poin (f)dalam Kode Etik Advokat Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena tidak adanya standarisasi baku yang mengatur batas munimal dan maksimal jumlah bayaran jasa advokat. Para advokat biasanya mengenakan tarif yang dianggap pantas oleh kedua belah pihak, atau mungkin kisaran yang dianggap pantas menurut kantor advokat yang bersangkutan.


Dalam dunia advokat dikenal dengan lima metode pembayaran jasa advokat.

  1. Pembayaran borongan (contract fee). Advokat memperoleh bayaran yang sudah ditentukan besarnya hingga perkara tersebut tuntas ditangani, diluar honorarium keberhasilan menangani perkara (success fee). Jadi, kalah atau menang dalam menangani suatu perkara, advokat tetap menerima honorarium sebesar yang telah disepakati, baik tatacara maupun pembayarannya.
  2. Pembayaran berdasarkan porsi (contingent fees). Advokat menerima bagian dari hasil yang dimenangkan oleh klien pada suatu sengketa hukum. Akan tetapi, advokat hanya akan menerima bagian jika ia berhasil memenangkan perkara tersebut (success fee). Jika tidak berhasil, dia hanya akan menerima penggantian untuk biaya operasional yang telah dikeluarkannya.
  3. Pembayaran perjam (hourly rate). Cara pembayaran ini seperti ini dilakukan untuk jasa dalam lingkup bisnis kecil. Jika metode ini yang digunakan, saat calon klien menggadakan pembicaraan dengan calon advokat yang dipilih, klien harus terlebih dahulu menanyakan tarif advokat perjam dan waktu minimum pemakaian jasanya. Kebanyakan advokat menggunakan waktu minimum untuk pemakaian jasanya adalah 15 menit. Metode ini kurang cocok untuk perkara litigasi (sengketa yang penyelesaiannya melalui proses di Pengadilan/Kepolisian/Kejaksaan) yang besar dan membutuhkan waktu yang lama untuk penanganannya.
  4. Pembayaran di tetapkan (fixed rate). Advokat yang akan menangani suatu tugas atau proyek biasanya menentukan sistem pembayaran tetap. Sistem ini tidak dipakai untuk pelayanan jasa dalam lingkup litigasi. Sistem ini, biasanya diterapkan pada pemanfaatan jasa oleh bisnis kecil. Contohnya, seorang advokat menetapkan pembayaran untuk menghasilkan suatu kontrak atau dokumen.
  5. Pembayaran berkala (retainer). Jika seorang advokat menggunakan sistem pembayaran berkala, klien membayar secara bulanan atau bisa juga dirancang untuk pembayaran perbulan sebelum berbagai jasa hukum diterima oleh klien (pembayaran didepan) dan harus diperinci untuk disepakati bersama.

Hubungan Kode Etik Dan Undang –Undang Advokat

Dalam organisasi advokat yang diakui oleh undang-undang terdapat dewan kehormatan. Dewan kehormatan inilah yang berperan untuk memberikan sanksi kepada seorang advokat yang melanggar kode etik. Sejauh ini, peranan Dewan Kehormatan dipandang cukup efektif.


Sering terjadi pandangan buruk di masyarakat terhadap seorang advokat yang membela seorang klien yang dimata masyarakat telah dinyatakan bersalah atas suatu kasus. Tidak jarang masyarakat mencemooh advokat yang menjadi kuasa hukum terdakwa. Dari sudut UU No. 18 Tahun 2003, hal ini dapat dimungkinkan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 15 UU No. 18 tahun 2003. Disebutkan pula dalam pasal 18 ayat 2 bahwa advokat tidak dapat diidentikan dengan klien yang sedang dibelanya.


Seorang advokat tidak dapat membela seorang klien yang telah nyata-nyata bersalah agar dibebaskan dari semua tuntutan, tetapi semata-mata enjadi penasihat atau pendamping tersangka di muka Pengadilan. Di sini, advokat bertugas untuk mendampingi agar hak-hak yang dimiliki tersangka tidak dilanggar. Hal ini karena tidak jarang seorang tersangka di perlakukan semena-mena oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Akan tetapi, seorang advokat berhak untuk menolak pendampingan hukum kepada seorang klien dengan alasan bertentangan dengan hati nurani advokat, tetapi tidak diperkenankan karena alasan perbedaan agama, suku, kepercayaan, keturunan, dan sebagainya, sebagaimana disebutkan dalam pasal 3 pion (a) Kode Etik Advokat Indonesia. Pendampingan hukum yang dilakukan oleh seorang advokat sesuai dengan UU No. 18 tahun 2003 dan kode etik advokat indonesia, bebas kepada siapapun tanpa membedakan agama, kepercayaan, dan sebagainya.


Dalam melaksanakan profsinya, seorang advokat memiliki aturan atau norma yang harus dipatuhi, yaitu berupa kode etik. Kode etik advokat merupakan hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi, tetapi membebankan kewajiban kepada setiap advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, baik pada klien, pengadilan, teman sejawat, negara atau masyarakat, dan terutama kepada dirinya sendiri.


Hak Advokat

Sukris Sarmadi menjelaskan hak seorang advokat dalam menjalankan profesi adalah sebagai berikut :


  1. Hak kebebasan dan kemandirian (independen)

Hak kebebasan dan kemandirian diatur dalam pasal 14 dan 15, sebagai berikut :

Pasal 14

“Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan berrpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan”

Pasal 15

“Advokat bebas menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan”

Kebebasan mengeluarkan pendapat adalah membuat pernyataan-pernyataan, baik secara lisan maupun tulisan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam sidang pengadilan sesuai kapasitasnya sebagai advokat. Sedangkan kebebasan dalam menjalankan tugasnya adalah upaya  dirinya dalam melakukan pembelaan secara hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan.


  1. Hak imunitas

Hak imunitas adalah hak kekebalan seorang advokat dalam membela perkaranya yang menjadi tanggung jawabnya, bahwa ia tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana ketika menjalankan profesinya itu. Dalam pasal 16 dan pasal 18 ayat 2, sebagai berikut :

Pasal 16

“Advokat tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan”

Pasal 18

“Advokat tidak dapat diidentikkan dengan klien nya dalam membela perkara klien oleh pihak yang berwenang dan atau masyarakat”


  1. Hak meminta informasi

 Hak untuk memperoleh informasi terhadap perkara yang dihadapinya merupakan kemutlakan atas diri advokat, baik karena kepentingan menjalankan tugasnya maupun  karena kepentingan hukum dari orang yang menjadi tanggung jawabnya (klien), hal ini dituangkan dalam pasal 17, sebagai berikut :

Pasal 17

“Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan”


  1. Hak ingkar

 Seorang advokat berhak untuk mengajukan keberatan-keberatannya dalam persidangan. Ia berhak melakukan tangkisan-tangkisan (eksepsi) terhadap perkara yang di belanya. Dalam hal pidana, ia berhak bukan hanya melakukan eksepsi tetapi juga mengingkari, mengajukan keberatan dan menganulir segala tuntutan jaksa bahkan atas segala putusan dalam persidangan atau keberatannya karena keberatan kliennya sebagai terdakwa yang untuk mengajukan banding, kasasi, dan seterusnya. Dijelaskan dalam Undang-undang No. 8 tahun 1981.


  1. Hak untuk menjalankan praktek peradilan di seluruh wilayah Indonesia

Hak ini sangat luas, bila dibandingkan dengan para penegak hukum lainnya, seperti contoh hakim pengadilan tingkat pertama tidak boleh mengadili perkara pada pengadilan tingkat kedua. Demikian juga penegak hukum lainnya. Hal ini diatur dalam UU No. 18 tahun 2003 pasal 5 ayat 2, sebagai berikut :

wilayah kerja Advokat meliputi seluruh wilayah Negara republik Indonesia.”


  1. Hak berkedudukan sama dengan penegak hukum lain

Dalam persidangan, baik advokat, hakim maupun jaksa, penuntut umum dmemiliki kedudukan yang sama dalam upaya terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia. Dalam pasal 5 ayat 1 Undang-undang No. 18 Tahun 2003, sebagai berikut :

Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang di jamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan”

Dalam penjelasannya pasal 5 ayat  1 Undang-undang No. 18 Tahun 2003, sebagi berikut :

Yang dimaksud  dengan “advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnyabdalam menegakkan hukum dan keadilan”


  1. Hak memperoleh honorarium dan melakukan retensi

Dalam menjalankan jasa hikum, seorang advokat berhak menerima honor atas kerja  hukumnya yang nilai besarnya atas  kesepakatannya bersama kliennya. Apa yang dimaksud honorarium adalah dijelaskan dalam ketentuan umum pasal 1 ayat 7 :

“Honorarium adalah imbalan atas jasa hukum yang diterima oleh advokat berdasarkan kesepakatan dengan klien”

Kemudian pada Bab V pasal 21 dirincikan sebagai berikut :

  • Advokat berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang telah diberikan kepada kliennya.
  • Besarnya honorarium atas jasa hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.”

 Adapun hak retensi merupakan hak seorang advokat untuk menahan surat-menyurat, dokumen tertentu ataupun menunda pekerjaannya dalam hal ketika kliennya ingkar janji dalam pembayaran fee atau honorarium kepada dirinya.


  1. Hak untuk melindungi dokumen dan rahasia klien

Kerahasiaan klien adalah sangat penting dijaga. Baik demi kepentingan klien itu sendiri maupun hubungan dirinya dengan seorang advokat maupun hubungannya dengan hukum. Dokumen berupa surat-surat berharga yang diserahkan klien kepadanya tidak boleh berpindah tangan kepada orang lain, bahkan hanya sekedar untuk dibaca orang lain.

Dalam UU No. 18 Tahun 2003 pada pasal 19 dirincikan sebagai berikut :

  • Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
  • Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik advokat.

  1. Hak memberikan somasi

 Somasi adalah salah satu yang biasa yang dilakukan seorang advokat agar pihak tertentu dapat memahami langkah hukum yang akan dilakukan oleh seorang advokat. Somasi dapat berupa mengingatkan terhadap pihak tertentu untuk melakukan sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu.


  1. Hak membuat legal coment atau legal opinion

Hak dan kewajiban advokat menurut Pasal 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah :

  1. Pasal 14

Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilandengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.


  1. Pasal 15

Advokat  bebas  dalam menjalankan tuga profesinya untuk membela perkara yang menjadi  tanggung  jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan  perundang-undangan.


  1. Pasal 16

Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.


  1. Pasal 17

Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


  1. Pasal 18
  • Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan  terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.
  • Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.

  1. Pasal 19
  • Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui/diperoleh dari kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh UU.
  • Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan berkas dan dokumen terhadap penyitaan/pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat.

  1. Pasal 20
  • Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan  tugas  dan  martabat  profesinya.
  • Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi Advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas  profesinya.
  • Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi Advokat  selama  memangku  jabatan  tersebut

Kewajiban Advokat

Adapun kewajiban seorang advokat menurut Sukris Sarmadi adalah sebagai beriktu :

  1. Menjunjung kode etik profesi (pasal 26 UU No. 18/2003)
  2. Menegakkan hukum termasuk supremasi hukum dan hak asasi manusia (UU. No.18 tahun 2003 dan Bab II pasal 2 Kode Etik Advokat)
  3. Bersungguh-sungguh melindungi dan membela kepentingan kliennya dalam hal jasa hukum tertentu yang telah mereka perjanjikan. (pasal 4 huruf I, j dan k kode etik advokat)
  4. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan oleh undang-undang (pasal 19 (1) UU No. 18 tahun 2003)
  5. Menghormati lembaga peradilan sebagai officer of the courtdan segala perangkat didalamnya termasuk membantu hakim dalam mencari kebenaran.(Pasal 218 KUHAP)
  6. Bertingkah laku sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab dalam menjalankan kewajiban sebagai advokat. (pasal 4 ayat 3 poin 5 UU No. 18 tahun 2003)
  7. Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan atau pengadilan. (pasal 6 ayat 3 UU No. 18 tahun 2003)
  8. Melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum, bertindak jujur, adil dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan. (pasal 4 ayat 3 UU No. 18 tahun 2003)
  9. Memberi bantuan hukum secara Cuma-Cuma bagi klien yang tidak mampu.(pasal 22 UU No. 18 tahun 2003)
  10. Menggunakan atribut khusus dalam sidang pengadilan perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (pasal 25 UU No. 18 tahun 2003)

Kewajiban Advokat dalam Sistem Peradilan di Indonesia

Pada dasarnya kewajiban advokat merupakan profesi yang bersifat otonom, karena profesi advokat merupakan profesi yang bebas. Profesi advokat merupakan profesi yang bebas. Profesi advokat mempunyai suatu standar nilai dan norma tersendiri yang dilahirkan dan diterapkan dari kalangan profesi itu sendiri. Dengan demikian kewajiban pokok yang berkaitan dengan profesinya ditetapkan oleh organisasi profesi itu sendiri, yaitu tanggung jawab profesi hukum atau secara umum disebut dengan kode etik profesi.


Disamping adanya kewajiban yang tercakup dalam tanggung jawab profesi hukum yang bersifat otonom, advokat juga dikenai kewajiban tertentu oleh Negara. Ini didasarkan pada kedudukannya yang tidak terlepas dari sistem penegakan hukum dalam suatu Negara. Dengan dasar ini, Negara perlu memberikan pengaturan dalam batas-batas tertentu untuk menjamin bahwa sistem penegakan hukum akan dapat berjalan dengan baik. Kewajiban advokat dalam sistem peradilan di Indonesia antara lain :


  1. Kewajiban untuk memenuhi kualifikasi.

Salah satu kewajiban pokok advokat adalah sebagai pelaksana fungsi pemberian bantuan hukum dilingkungan peradilan yang diatur oleh Negara adalah dipenuhinya kualifikasi dasar agar dapat berinteraksi secara fungsional dengan pelaku peradilan lainnya, dan menjamin terselenggaranya proses peradilan berdasarkan prinsip peradilan yang sederhana, murah dan cepat.


Disamping itu, Negara perlu memastikan ketaatan para advokat terhadap ketentuan hukum acara disemua lingkungan peradilan yang ada. Tanpa adanya standar kualifikasi misalnya, dapat terjadi situasi dimana advokat yang beracara di pengadilan tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai hukum acara dan substansi hukum kasus yang disidangkan sehingga terjadi kekacauan dalam peradilan kasus tersebut.


Dasar pemikiran perlunya kualifikasi tertentu bagi advokat adalah karakteristik utama dari profesi yaitu adanya pengetahuan dan lemampuan yang mendalam. Pengetahuan dan kemampuan yang mendalam inilah yang kemudian dilembagakan dalam ukuran kemampuan atau kualitas yang sama bagi setiap orang melalui penentuan kualifikasi. Tanpa adanya kualifikasi ini, maka pembedaan antara masyarakat umum dengan masyarakat profesi tertentu tidak akan dapat dilakukan, karena itu penting bagi Negara untuk menetapkan perlunya kualifikasi standar bagi advokat.


Bukan hanya untuk memberikan batasan yang pasti mengenai orang-orang yang diberikan hak-hak tertentu dihadapan pengadilan selain institusi Negara, melainkan juga guna melindungi masyarakat pengguna jasa hukum agar mendapatkan jasa yang memadai. Sesuai dari ciri profesi yang mempunyai otonom dalam mengatur profesinya, batasan kualifikasi diatur oleh komunitas advokat sendiri melalui organisasi profesi. Pemenuhan standar kualifikasi tertentu dinyatakan melalui setifikat. Di sinilah Negara dapat memberikan batasan mengenai pihak yang dapat diakui sebagai advokat berikut dengan hak istimewa dalam sistem peradilan yang melekat pada profesi itu.


  1. Kewajiban untuk Menghormati Institusi dan Proses Peradilan.

Kewajiban advokat lainnya adalah kewajiban untuk menghormati institusi peradilan. Ada dua hal yang melatarbelakangi kewajiban tersebut yaitu :

  • Institusi dari proses peradilan harus memiliki kewibawaan yang memadai karena tugasnya untuk menyelesaikan sengketa. Institusi peradilan membutuhkan kewibawaan yang tinggi agar perintah-perintah atau putusannya dapat dihormati dan lebih mengikat.
  • Kewajiban ini berakar dari tanggung jawab ideal profesi hukum sebagai bagian dari sistem peradilan. Latar belakang ini mengarah pada tanggung jawab profesi yang dituangkan dalam Kode Etik Bersama Komunikasi Advokat Indonesia, yang secara mendasar mengatur bahwa advokat dalam melakukan pekerjaannya wajib untuk selalu menjunjung tinggi hukum, kebenaran dan keadilan.

Advokat dalam melakukan pekerjaannya harus bersikap santun terhadap para pejabat penegak hukum, juga terhadap sesama profesinya sendiri.


  1. Kewajiban untuk Mentaati Ketentuan Hukum Acara.

Pedoman normative yang harus selalu dipegang advokat dalam menjalankan profesinnya adalah hukum acara. Sebagai perangkat hukum yang mengatur pelaksanaan fungsi dari setiap elemen peradilan agar ketentuan-ketentuan hukum material dapat ditegakkan, hukum acara layak ditempatkan sebagai salah satu kewajiban advokat. Pelanggaran ketentuan hukum acara dapat berakibat luas bagi proses peradilan dan dapat mendatangkan konsekuensi yuridis bagi pihak-pihak yang terkait dengan jalannya peradilan. Pelanggaran hukum acara juga menganggu terlaksananya prinsip peradilan yang sederhana, murah dan cepat.

Disamping perlindungan kepentingan hukum klien, terdapat alasan yang menguatkan pentingnya ketaatan prosedur yang dibebankan kepada advokat. Apabila keberadaan advokat dipahami sebagai kebutuhan sistem peradilan akan fungsi yang mandiri, yang mampu menjaga objektifitas dan keseimbangan dari proses peradilan, bukan sebagai kebutuhan klien semata, maka kesalahan prosedur akan mengganggu proses peradilan secara keseluruhan.


Daftar Pustaka:

  • Moralitas Profesi Hukum: Suatu Tawaran Kerangka Berfikir. Bandung ;Refika Aditama. 2006
  • Nuh, Muhammad. Etika Profesi Hukum.Bandung; CV Pustaka Setia. 2011.
  • Nasution, M.Irsan. Buku Daras Etika Profesi Hukum. Bandung. 2017
  • Rahardi, Kunjana. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta; Erlangga.2009
Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Cari