Pengertian Etika Politik
Etika politik adalah cabang dari filsafat politik yang membicarakan perilaku atau perbuatan-perbuatan politik untuk dinilai dari segi baik dan buruknya. Filsafat politik adalah seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dibela dan di perjuangkan oleh para penganutnya, seperti komunisme, fascisme, demokrasi. Filsafat tersebut erat dengan nama-nama pendahulu-pendahulunya seperti komunisme oleh Karl marx/fascisme oleh Mussolini dan demokrasi oleh Thomas Jefferson.
Kiranya tidak mencampuradukkan filsafat politik dengan sistem ekonomi yang tumbuh bersama antara keduanya, demokrasi adalah filsafat politik sedangkan kapitalisme adalah sistem ekonomi, kapitalisme adalah sistem ekonomi yang di dalamnya terdapat kepemilikan pribadi atas sarana-sarana produksi, dan perangsang bagi hasil kerja selanjutnya terletak pada kauntungan yang di peroleh si pengusaha.
Komunisme sebagai suatu filsafat perlu di bedakan dengan komunisme sebagai suatu sistem ekonomi, yang tepatnya sosialisme, komunisme adalah suatu filsafat politik yang di barengi sistem ekonomi sosialiame. Sebagai suatu sistem ekonomi, komunisme menolak kepemilikan pribadi atas sarana-sarana produksi dan meletakan perangsang bagi hasil kerja selanjutnya semata-mata pada kesejahteraan yang semakin meningkat bagi semua orang, keuntungan sebagai suatu motifnya perlu di tolak bila mana hanya berarti keuntungan pribadi, yang berarti pemupukan kekayaan oleh orang seorang bagi dirinya sendiri semata-mata.
Fascisme sebagai suatu filsafat perlu di bedakan dengan sistem ekonomi korporasi. Sistem ekonomi korporasi adalah suatu bentuk kapitalisme dimana Negara mengatur segala pekerjaan menggantikan serikat buruh dan serikat majikan yang saling bertentangan. Sistem ekonomi korporasi diawasi secara ketat oleh dewan fascis tertinggi. Singkatnya Negara korporasi adalah suatu kapitalisme dengan bentuk pemerintahan diktator.
Jadi etika politik adalah suatu cabang dari filsafat politik. Oleh karena itu baik buruknya perbuatan atau perilaku politik yang dinilai dalam rangka etika politik, penilaian berdasarkan filsafat politik.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : √ Kapan Pancasila Ditetapkan Sebagai Dasar Negara Dan Latar Belakangnya
Pancasila Sebagai Etika Politik
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Terkandungn didalamnya suatu pemikiran – pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional dan komprehensif ( menyeluruh ) dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai.
Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar – dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai – nilai tersebut kemudian di jabarkan dalam suatu norma – norma yang jelas sehingga mereupakan suatu pedoman.
Norma – norma tersebut meliputi :
- a) Norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk.
- b) Norma hukum yaitu suatu sistem peraturan perundang- undangan yang berlaku di indonesia. Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum di negar Indonesia.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pancasila Pada Masa Orde Baru
Rumusan Kunci Etika Politik Pancasila
Dilihat dari rumus rangkaian kesatuan sila-sila Pancasila, maka masalah etika dalam hal ini etika politik Pancasila, paling dekat dengan sila kedua. Maka dari itu rumus rangkaian kesatuannya dengan keempat sila yang lain adalah sebagai berikut:
Etika politik Pancasila ialah perilaku atau perbuatan politik yang sesuai dengan Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang bersila ketiga, bersila keempat, bersila kelima, dan bersila kesatu.
Seperti yang kita ketahui, masalah etika adalah masalah nilai; sedangkan postulat tentang nilai Ilmu Filsafat Pancasila adalah hakikat manusia Pancasila. Maka dari itu rumus dari rangkaian kesatuan sila-sila dalam Pancasila yang berkenaan dengan etika Politik Pancasila dimulai dari sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Untuk menjabarkan rumus kunci tersebut ke dalam deskripsi yang cukup jelas mengenai etika politik Pancasila harus disesuaikan dengan keperluannya. Yakni setiap sila pancasila harus dijabarkan ke dalam pengertian-pengertiannya dari yang umum ke yang semakin khusus-konkrit, dan bersamaan dengan itu tidak boleh dilupakan bahwa setiap pengertian jabaran sila-sila Pancasila secara otomatis dikualifikasi oleh keempat sila lainnya.
Contoh kasusnya adalah “bagaimana berkampanye sesuai dengan etika Pancasila?”, maka jawabannya ada bermacam-macam, tetapi pada prinsipnya:
- Berkampanyelah secara tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, misalnya jangan menggangu keamanan orang lain, jangan merugikan orang lain, hubungan dengan sesama manusia harus dijaga agar tetap baik, jangan sampai bentrok dengan masa partai lain. Langkah ini didasarkan pada sila ke-3
- Peraturan berkampanye harus ditaati karena menaati peraturan berarti menaati diri kita semua. Langkah ini didasarkan pada sila ke-4
- Pemilu dan khususnya berkampanye itu tujuan akhirnya adalah demi kesejahteraan dan kemakmuran hidup kita bersama, usahakan jangan sampai menghambat usaha-usaha menuju kemakmuran bersama. Langkah ini didasarkan pada sila ke-5
- Ketahuilah bahwa semua perbuatan tidak baik yang berdalihkan Pemilu atau berkampanye selalu tidak lepas dari pengamatan Tuhan Yang Maha Kuasa. Langkah ini didasarkan pada sila ke-1
Inti masalah politik tidak hanya terbatas pada masalah kekuasaan. Tetapi politik adalah masalah seperangkat keyakinan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya, yaitu manusia-manusia Pancasila yang sedang berusaha dan berjuang untuk menyelenggarakan suatu kehidupan bermasyarakat, berbagsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila. Itu tadi adalah pengertian “politik” yang ilmiah. Di samping itu ada pengertian “politik” yang non-ilmiah, yang prinsip perjuangannya adalah demi kemenangan dalam kekuasaan, masalah nilai kemanusiaan tidaklah penting, kalau perlu “tujuan menghalalkan cara”.
Nilai-nilai Pancasila juga tidak selalu dianut, kalau perlu berbuat dan bertindak yang bertentangan dengan Pancasila, bahkan mungkin pula tersembunyi keinginan/ kehendak untuk mengganti Pancasila dengan dasar negara yang lain. Jelas ini tidak lah ilmiah, karena tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Pancasila. Sejarah telah menunjukkan bahwa perilaku atau perbuatan politik yang demikian ini tidak akan dan tidak mungkin mendatangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dilihat dari segi “politik” dalam pengertiannya yang ilmiah ini betapa banyak politisi kita yang nampaknya “bermasalah”.
Kalau kita perhatikan panggung politik dunia, keakhiran kekuasaan Presiden Sadam Husein yang bisa dinilai tragis dengan berbagai nestapa dibaliknya itu pasti bukan cita-cita Sadam Husein sendiri. Demikian pula keakhiran presiden Soekarno dan presiden Suharto yang bisa dinilai “tidak nyaman” dengan berbagai masalah di baliknya itu pasti juga bukan cita-cita beliau. Semua ini menunjukkan bahwa merealisasikan filsafat Politik secara benar yang dibuktikan dengan tetap berpegang pada etika politik dalam pengertiannya yang ilmiah itu sungguh tidak mudah, dan oleh karenanya harus selalu diupayakan. Kalau tidak diupayakan dengan sungguh-sungguh, maka hambatan, kesukaran, dan godaan-godaan akan selalu membelokkan para politisi dan orang pada umumnya untuk menjalankan “politik” dalam pengertiannya yang tidak ilmiah, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Filsafat Politik Pancasila.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : “Nilai-Nilai Pancasila” Karakteristik Yang Terkandung Didalamnya
Filsafat Politik Pancasila dan Etika Politik Pancasila
Filsafat politik pancasila ialah seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya, yaitu manusia-manusia Pancasila yang menyelenggarakan dan memperjuangkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila. Negara Indonesia, filsafat politiknya adalah Filsafat Politik Pancasila. Pancasila adalah filsafat politik masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.
Perbandingan antara filsafat politik Komunisme, Demokrasi, dan Fascisme, sebagai berikut :
- Filsafat politik komunisme : Memandang individu manusia hanya sekedar nomor dalam keseluruhan hidup bersama sebagai masyarakat yang menegara, kedudukan individu tidaklah penting dan yang penting adlaah kehidupan bersama yang menegara.
- Filsafat politik demokrasi : Memandang individu manusia teramat penting, sedangkan kehidupan bersama yang merupakan masyarakat yang menegara adanya sebagai akibat dari perjanjian kemasyarakatan bersama untuk hidup menegara demi kepentingan individu-individu yang menjadi warganya, sehingga individu adalah nomor satu pentingnya sedangkan masyarakat yang menegara adalah penting yang nomor dua.
- Filsafat politik fascisme : Memandang manusia hanya sebagai unsur dari kebersamaan masyarakat manusia yang berwujud negara, sedangkan negara yang mengatur dan menentukan segalanya (sebagai subjek) dan induvidu bukanlah subjek melainkan hanya objek, maka filsafat politik pancasila berkeyakinan bahwa manusia adalah subjek dan objek sekaligus.
Negara kita adalah negara demokrasi Pancasila. Suatu negara demokrasi dimana manusia sebagai individu dan manusia sebagai mahluk sosial sama pentingnya. Warga negara adalah mahluk sosial sekaligus.
Etika Politik Pancasila adalah cabang dari filsafat politik Pancasila yang menilai baik dan buruknya perbuatan atau perilaku politik berdasarkan Filsafat Politik Pancasila. Filsafat Politik Pancasila ialah seperangkat keyakinan di dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara manusia Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Pancasila adalah dasar filsafat negara menjadi pusat dasar dan inti dari Pembukaan UUD 1945. Pancasila dengan fungsi teoritisnya menemukan kebenaran yang sedalam-dalamnya dan dengan fungsi praktisnya menjadi pedoman di dalam mengambil kebijakan dan melangkah dengan melalui empat pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945 yag merupakan Reschtsidee (cita-cita hukum) dan merupakan Geistlichen Hintergrund (suasana kebatinan) Undang-Undang Dasar menjelma kedalam pasal-pasal Batang Tubuh Undang-Undang Dasar.
Fungsi Pancasila dasar filsafat negara sebagai ideologi negara, yaitu cita-cita negara yang menjadi basis bagi sistem teori dan praktek penyelenggaraan negara. Filsafat politik Pancasila adalah filsafat politik negara Pancasila, yang memfungsikan Pancasila sebagai dasar filsafatnya dan sebagai ideologinya. Etika politik Pancasila menilai baik-buruknya perilaku politik dan tindakan-tindakan atau perbuatan politik dari sudut pandang Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan sebagai ideologi negara Republik Indonesia.
Masalah-masalah politik dapat digolongkan menjadi :
- Sistem pemerintahan negara
- Hak-hak dasar warga negara
- Hubungan pemerintah negara dengan warga negara
- Hubungan negara dengan dunia Internasional
- Dan lain-lain
Perilaku politik, perbuatan politik, dan tindakan-tindakan politik pemerintah negara, alat-alat kekuasaan negara dan rakyat negara serta masyarakat dalam lingkup negara itulah yang harus kita soroti atau kita nilai dari segi etika politik. Tujuannya untuk mengetahui apakah semuanya itu dapat dipulangkan kembali atau dipertanggung jawabkan dari segi Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan sebagai ideology negara ataukah tidak. Kalau dapat berarti memenuhi tuntutan etika politik Pancasila dan kalau tidak dapat berarti sebaliknya dan harus diluruskan agar dapat memnuhi tuntutan etika politik Pancasila.
Biasanya orang minta diberi contoh tentang perilaku politik, perbuatan politik, dan tindakan-tindakan politik seperti itu. Contoh-contoh untuk ini sebaiknya diperoleh melalui jalan diskusi.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pancasila Sebagai Dasar Negara
Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
Pancasila sebagai etika politik maka mempunyai lima prinsip itu berikut ini disusun menurut pengelompokan Pancasila, karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern.
- Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang. -
Hak Asasi Manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan beradab. Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut. Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena pemberian Sang Pencipta . Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, diambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam oleh Negara modern. -
Solidaritas Bangsa
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembang secara melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia. Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing. -
Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik. Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar yaitu : Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur harkiki dalam demokrasi (karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang). -
Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi, agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Untuk itu tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah: Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : √ Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Nilai-nilai Etika dalam Pancasila
Etika membantu manusia menunjukkan nilai-nilai untuk membulatkan hati dalam mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu dilakukan dan mengapa perlu dilakukan. Pancasila adalah etika bagi bangsa Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara. Nilai-nilai etika yang terkandung dalam Pancasila tertuang dalam berbagai tatanan berikut ini:
- Tatanan bermasyarakat, nilai-nilai dasarnya seperti tidak boleh ada eksploitasi sesame manusia, berperikemanusiaan dan berkeadilan sosisal.
- Tatanan bernegara, dengan nilai dasar merdeka, berdaulat,bersatu, adil dan makmur.
- Tatanan kerjasama antar negara atau tatanan luar negeri, dengan nilai tertib dunia, kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
- Tatanan pemerintah daerah, dengan nilai permusyawaratan mengakui asal usul keistimewaan daerah.
- Tatana hidup beragama, kebebasan beribadah sesuai dengan agamanya masing-masing
- Tatanan bela negara, hak dan kewajiban warga negara untuk membela negara
- Tatanan pendidikan,mencerdaskan kehidupan bangsa
- Tatanan berserikat,berkumpul dan menyatakan pendapat
- Tatanan hokum dan keikutsertaan dalam pemerintahan
- Tatanan kesejahteraan sosial dengan nilai dasar kemakmuran masyarakat
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Makna Nilai-Nilai Pancasila Dalam Etika Berpolitik
Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang merupakan satu kesatuan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya. Karena jika dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya. Namun, makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak bisa ditukar balikan letak dan susunannya. Untuk memahami dan mendalami nilai-nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung dalam kelima sila Pancasila
Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sang pencipta seluruh alam. Yang Maha Esa berarti Maha Tunggal, tidak ada sekutu dalam zat-Nya, sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Atas keyakinan demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Negara memberikan jaminan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya untuk beribadat dan beragama. Bagi semua warga tanpa kecuali tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan Yang Maha Esa dan anti keagamaan. Hal ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya dan memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Dengan akal nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab kata pokoknya adalah adab, sinonim dengan sopan, berbudi luhur dan susila. Beradab artinya berbudi luhur, berkesopanan, dan bersusila.
Hakikatnya terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan …”. Selanjutnya dijabarkan dalam batang tubuh UUD 1945.
Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang berabeka ragam menjadi satu kebulatan. Sila Persatuan Indonesia ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, social budaya, dan hankam. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang berbunyi, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …”. Selanjutnya lihat batang tubuh UUD 1945.
Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyarawatan/Perwakilan
Kata rakyat yang menjadi dasar Kerakyatan, yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah tertentu. Sila ini bermaksud bahwa Indonesia menganut system demokrasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya ikut dalam pengambilan keputusan-keputusan.
Sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu, “… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat …”. Selanjutnya lihat dalam pokok pasal-pasal UUD 1945.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat berarti semua warga Negara Indonesia baik yang tinggal didalam negeri maupun yang di luar negeri. Hakikat keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dinyatakan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945, yaitu “Dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia … Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
Selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945. Pola pikir untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan sesuai dengan kelima sila yang telah dijabarkan diatas. Yang mana dalam berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia tampa pandang bulu
Nilai-nilai Pancasila tersebut mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang sering terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan dikalangan elit politik yang menjadi momok masyarakat.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Demokrasi Pancasila Dalam Beberapa Bidang Beserta Fungsi Dan Prinsipnya
Hubungan Etika Politik dan Pancasila
Dalam kaitannya, pancasila merupakan sumber etika politik itu sendiri. Etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), secaraa demokratis (legimitasi demokratis), berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut.
Penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral relegius (sila I) serta moral kemanusiaan (sila II). Selain itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu prinsip legalitas. Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu “keadilan” dalam hidup bersama (keadilan sosial) sebagaimana terkandung dalam sila ke V. Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat (sila VI)
Prinsip-prinsip dasar etika politik itu telah jelas terkandung dalam Pancasila. Dengan demikian, Pancasila adalah sumber etika politik yang mesti direalisasikan. Para pejabat eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, pelaksana aparat dan penegak hukum harus menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasar pada legitimasi moral yang memang pembentukan dari nilai-nilai serta dikongkretisasi oleh norma.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pancasila Sebagai Norma Bernegara
Fungsi Pancasila Sebagai Etika Politik
- Fungsi etika bagi kehidupan kenegaraan adalah alat untuk mengatur tertib hidup kenegaraan, memberikan pedoman yang merupakan batas gerak hak dan wewenang kenegaraan, menampakkan kesadaran kemanusiaan dalam bermasyarakat dan bernegara, mempelajari dan menjadikan objek tingkah laku manusia dalam hidup kenegaraan, member landasan fleksibilitas bergerak yang bersumber dari pengalaman.
-
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis dapat dijalankan secara obyektif.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pancasila sebagai sumber nilai
Cara Ber-Etika Pancasila
Sudah jelas bahwa untuk ber-etika Politik Pancasila, pemahaman istilah “politik” harus dari seginya yang ilmiah, bukan dari seginya yang non-ilmiah. Jadi “politik” di sini harus diartikan dalam konteks filsafat politik Pancasila, yaitu seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya, dalam hal ini manusia manusia Pancasila yang sedang berusaha dan berjuang menyelenggarakan suatu kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila.
Dalam rangka upaya untuk ber-Etika Politik Pancasila, dua hal yang harus dipenuhi, yaitu:
- Sikap ilmiah, kejujuran ilmiah, hasrat ilmiah, dan suasana ilmiah
- Pemahaman isi tulisan-tulisan ilmiah mengenai Pancasila, baik sebagai filsafat maupun sebagai ilmu khusus
Karena pemahaman istilah “politik” untuk ber-Etika Pancasila harus dari seginya yang ilmiah, bukan yang non-ilmiah, maka untuk dapat memiliki kemampuan ber-Etika politik Pancasila orang dituntut memiliki sikap ilmiah, kejujuran ilmiah, hasrat ilmiah dan mampu menjaga dan menyelenggarakan suasana ilmiah. Sikap ilmiah meliputi:
- Mengosongkan diri sendiri, yakni membebaskan diri dari segala prasangka, baik atau pun buruk
- Mengobjektifkan diri sendiri, adalah bersikap seperti apa adanya, mengatakan sesuatu yang baik bukan karena cinta atau simpatinya, dan mengatakan sesuatu yang buruk bukan karena benci atau tidak senangnya.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Pancasila – Sejarah, Makna, Teks, Fungsi, Penyebutan, Dasar Negara, Para Ahli
Pelanggaran- pelanggaran Etika Politik
Dewasa ini marak terjadi pelanggaran etika politik di Indonesia, bahkan sejak pemerintahan Orde Lama pun hal ini sudah mewarnai kancah politik di negeri kita ini. Dalam hal ini peran etika politik pancasila sangat dibutuhkan, karena etika politik pancasila mampu mendeteksi adanya gejala- gejala awal dari pelanggaran terhadap filsafat politik pancasila. Etika politik juga mampu mengubah paradigma politik:
- Dari “Politik yang sering dilihat sebagai sebuah pertarungan kekuatan dan kepentingan.Kecenderungannya adalah untuk mencapai tujuan dengan menghalalkan segalacara, sehingga tujuan politik yang menghasilkan kesejahteraan rakyat itu hanya sebatas mimpi. Dunia politik juga dapat merubah kawan menjadi lawan,dan sebaliknya, musuh menjadi teman untuk kepentingan individu dan golongan.Bahkan, rakyat pun bisa menjadi sasaran permainan politik, martabat bangsadigadaikan, dan harga diri dipertaruhkan.”
-
Menjadi “Secara etimologi, politik adalah strategi. Ia dapat dimaknai sebagai sebuah penggalian kemampuan manusia untuk menggunakan kemampuan daya pikirnya dalam upaya proses perubahan. Secara terminologi, politik berarti memerdekakan manusia dari segala bentuk ketidakadilan, penindasan, kemiskinan, dan kebodohan. Maka, pada tataran substansi, politik tentu tidak kejam, ia juga tidak berisi permusuhan, apalagi penghancuran manusia. Politik mengenal etika, justru peduli terhadap kaum minoritas, kaum tertindas, dan berbicara atas kepentingan kolektif (masyarakat) secara jujur dan sungguh-sungguh.
Berikut akan dipaparkan suatu gambaran atau contoh pelanggaran- pelanggaran etika politik yang mungkin terjadi:
- Pelanggaran etika politik yang paling besar adalah perbuatan yang bertujuan meniadakan atau mengganti Pancasila dengan ideologi negara yang lain. Ini berarti pembubaran negara Pancasila yang setiap 1 Oktober selalu kita peringati mulai berdirinya.
- Menghilangkan cita- cita hukum (Rechsidee),yang menguasai dasar hukum negara kita, baik hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.
- Secara sengaja menafsirkan secara keliru pasal- pasal aturan perundangan sehingga bertentangan dengan Pancasila, dan melaksanakannya sejalan dengan kekeliruannya yang disengaja tersebut sehingga bertentangan dengan maksud dan jiwa Pancasila.
- Pelanggaran dalam tata pergaulan dalam rangka aktifitas politik di dalam Negara Pancasila.
- Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan social. Budaya politik yang cendrung antagonis, pada akhirnya sering membenarkan kekerasan sebagai panglima digjaya. Ketamakan dan kehausannya berwujud dalamsikap korupsi sehingga terjadi pengabaian kemiskinan, kesenjangan sosial, dan feodalisme kekuasaan yang mengangkangi hukum, dan pengabaian pada sejarah kekerasan di masa lalu dengan mengubur ingatan sosial.
- Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
- Korupsi
Hal ini telah menjadi permasalahan yang pelik di Indonesia. Bahkan sejak masa Orde Lama pun, korupsi telah mewarnai dunia politik di negara kita. Apalagi sekarang, korupsi semakin tumbuh subur saja.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Sejarah Perumusan Pancasila Berdasarkan UUD 1945 Terlengkap
Contoh Pancasila Sebagai Etika Politik
Contoh kasusnya adalah “bagaimana berkampanye sesuai dengan etika Pancasila?”, maka jawabannya ada bermacam-macam, tetapi pada prinsipnya:
- Berkampanyelah secara tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, misalnya jangan menggangu keamanan orang lain, jangan merugikan orang lain, hubungan dengan sesama manusia harus dijaga agar tetap baik, jangan sampai bentrok dengan masa partai lain. Langkah ini didasarkan pada sila ke-3
- Peraturan berkampanye harus ditaati karena menaati peraturan berarti menaati diri kita semua. Langkah ini didasarkan pada sila ke-4
- Pemilu dan khususnya berkampanye itu tujuan akhirnya adalah demi kesejahteraan dan kemakmuran hidup kita bersama, usahakan jangan sampai menghambat usaha-usaha menuju kemakmuran bersama. Langkah ini didasarkan pada sila ke-5
- Ketahuilah bahwa semua perbuatan tidak baik yang berdalihkan Pemilu atau berkampanye selalu tidak lepas dari pengamatan Tuhan Yang Maha Kuasa. Langkah ini didasarkan pada sila ke-1
Inti masalah politik tidak hanya terbatas pada masalah kekuasaan. Tetapi politik adalah masalah seperangkat keyakinan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya, yaitu manusia-manusia Pancasila yang sedang berusaha dan berjuang untuk menyelenggarakan suatu kehidupan bermasyarakat, berbagsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila.
Itu tadi adalah pengertian “politik” yang ilmiah. Di samping itu ada pengertian “politik” yang non-ilmiah, yang prinsip perjuangannya adalah demi kemenangan dalam kekuasaan, masalah nilai kemanusiaan tidaklah penting, kalau perlu “tujuan menghalalkan cara”. Nilai-nilai Pancasila juga tidak selalu dianut, kalau perlu berbuat dan bertindak yang bertentangan dengan Pancasila, bahkan mungkin pula tersembunyi keinginan/ kehendak untuk mengganti Pancasila dengan dasar negara yang lain.
Jelas ini tidak lah ilmiah, karena tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Pancasila. Sejarah telah menunjukkan bahwa perilaku atau perbuatan politik yang demikian ini tidak akan dan tidak mungkin mendatangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dilihat dari segi “politik” dalam pengertiannya yang ilmiah ini betapa banyak politisi kita yang nampaknya “bermasalah”.
Kalau kita perhatikan panggung politik dunia, keakhiran kekuasaan Presiden Sadam Husein yang bisa dinilai tragis dengan berbagai nestapa dibaliknya itu pasti bukan cita-cita Sadam Husein sendiri. Demikian pula keakhiran presiden Soekarno dan presiden Suharto yang bisa dinilai “tidak nyaman” dengan berbagai masalah di baliknya itu pasti juga bukan cita-cita beliau.