Pengertian Interaksi Sosial Dan Budaya

Diposting pada

Interaksi-Sosial-Dan-Budaya

Definisi Interaksi Sosial Dan Budaya Secara Umum

Manusia tidak pernah terlepas dari aktivitas sosial maupun aktivitas kebudayaan karna manusia tidak dapat hidup secara individu. Apa itu Interaksi sosial?  dan apa itu Apa itu budaya?

Manusia berinteraksi dengan sesamanya dalam kehidupan untuk menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila manusia dalam hal ini orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara dan sebagainya untuk mencapai tujuan bersama mengadakan persaingan, pertikaian, dan lain-lain. Maka proses sosial, yang menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.

Bentuk umum proses-proses sosial adalah interaksi sosial yang dapat juga dinamakan proses sosial, karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan – hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan orang perorangan dengan sekelompok manusia. Apabila dua orang bertemu interaksi sosial dimulai, pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk interaksi sosial.


Pengertian Interaksi Sosial Menurut Para Ahli

Interaksi adalah proses di mana orang-orang berkomunikasi saling memengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Ada beberapa pengertian interaksi sosial yang ada di lingkungan masyarakat, di antaranya :

  • Menurut H. Booner dalam bukunya, Social Psychology, memberikan rumusan interaksi sosial, bahwa: “interksi sosial adalah hubungan antara dua individu atau lebih, di mana kelakuan individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.”

  • Menurut Gillin and Gillin (1954) yang menyatakan bahwainteraksi sosial adalah hubungan-hubungan antara orang-orang secara individual, antar kelompok orang, dan orang perorangan dengan kelompok.

  • Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara individu dengan individu, antara kelompok dengan kelompok, antara individu dengan kelompok.

  • Menurut MacionisMenurut para ahli bernama Macionis bahwa Interaksi Sosial merupakan tindakan serta reaksi (Membalas aksi) yang di lakukan seseorang dalam melakukan komunikasi terhadap orang lain.


  • Menurut Broom dan Selznic
    Kemudian ahli yang bernama  Broom dan Selznic juga menyatakan bahwa Interaksi Sosial memiliki arti suatu proses tindakan yang didasarkan oleh kesadaran adanya orang lain, atau dengan kata lain yakni proses dalam menyesuaikan tindakan (Respon) sesuai dengan tindakan orang lain.

  • Menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack
    Beliau menjelaskan bahwasanya Interaksi Sosial ialah hubungan social yang terjalin secara dinamis yang masih terkait hubungan antar Individu atau dengan kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok lain.

  • Menurut Soerjono Soekanto
    Beliau berpendapat Interaksi Sosial ialah dimana proses tentang cara komunikasi di lihat dari segi jika Individu dengan kelompok social saling bertemu kemudain melakukan penentuan system serta hubungan sosial.

  • Menurut Gilin
    Gilin mengungkapkan bahwa Interaksi Sosial adalah berbagai hubungan social yang secara dinamis terkait dengan hubungan antar Individu atau Kelompok terhadap kelompok lainnya.

  • Menurut Homans
    Homans menjelaskan mengenai Interaksi Sosial merupakan suatu keadaan dimana kegiatan yang di lakukan oleh seseorang terhadap Individu lainnya yang di berikan ganjaran atau sebuah hukuman dengan menggunakan suatu tindakan terhadap pasangannya.

  • Interaksi Sosial Menurut Astrid. S. Susanti
    Ia juga mengungkapkan bahwa Interaksi Sosial adalah suatu hubungan manusia dengan manusia lainnya sehingga menciptakan hubungan yang tetap dan kemudian pada akhirnya terbentuk struktur sosial. Dari hasil interaksi tersebut tergantung berdasarkan Nilai dan arti serta interpretasi yang di dapatkan dari pihak lain yang masih terlibat dari Interaksi tersebut.

  • Interaksi Sosial Menurut #Bonner

Interaksi Sosial yakni suatu hubungan terhadap 2 Individu atau lebih yang saliang berpengaruh, mengubah atau memperbaiki sikap Individu lainnya atau sebaliknya.

  • Interaksi sosial Menurut Dr. Gerungan

Interaksi adalah hubungan antara dua atau lebih individu dimana siafat individu yang satu dapat mempengaruhi, memperbaiki atau merubah sifat individu lain atau sebaliknya.

Pengertian Interaksi Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.


Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” d Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.


Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

  • Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

  • Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

  • Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : √ Agama Di Indonesia Yang Diakui Oleh Pemerintah Dan Hubungannya


Ciri dan Syarat Interaksi Sosial

Ciri-ciri Interaksi Sosial

  1. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang
  2. Terjadinya komunikasi diantara pelaku melalui kontak sosial
  3. Mempunyai maksud atau tujuan yang jelas
  4. Dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentu

Syarat-Syarat Interaksi Sosial

  • Kontak sosial
    Suatu hubungan diantara satu pihak dengan pihak lain, juga merupakan awal terjadinya hubungan sosial dan masing-masing pihak saling bereaksi antara satu dengan yang lainnya  walaupun tidak harus bersentuhan dalam benruk fisik.
  • Komunikasi
    Bergaul atau berhubungan dengan orang lain secara lisan ataupun tulisan secara bergantian.

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : √ Pancasila Sebagai Etika Politik Dalam Berbangsa Dan Bernegara


Lingkungan Sosial Budaya

Manusia adalah makhluk hidup yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai makhluk biologis dan makhluk sosial. Sebagai makhluk biologis, makhluk manusia atau “homo sapiens”, sama seperti makhluk hidup lainnya yang mempunyai peran masing-masing dalam menunjang sistem kehidupan. Sebagai makhluk sosial, manusia merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat secara berkelompok membentuk budaya.


Ada perbedaan mendasar tentang asal mula manusia, kelompok evolusionis pengikut Darwin menyatakan bahwa manusia berasal dari kera yang berevolusi selama ratusan ribu tahun, berbeda dengan kelompok yang menyanggah teori evolusi melalui teori penciptaan, yang menyatakan bahwa manusia itu diciptakan oleh Allah.
Pemahaman tentang hidup dan kehidupan, itu tidak mudah. Makin banyak hal yang Anda lihat tentang gejala adanya hidup dan kehidupan, makin nampak bahwa hidup itu sesuatu yang rumit. Pada individu dengan organisasi yang kompleks, hidup ditandai dengan eksistensi vital, yaitu: dimulai dengan proses metabolisme, kemudian pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, dan adaptasi internal, sampai berakhirnya segenap proses itu bagi suatu “individu”. Tetapi bagi “individu” lain seperti sel-sel, jaringan, organ-organ, dan sistem organisme yang termasuk dalam alam mikroskopis, batasan hidup adalah tidak jelas atau samar-samar.


Kehidupan adalah fenomena atau perwujudan adanya hidup, yang didukung tidak saja oleh makhluk hidup (biotik), tetapi juga benda mati (abiotik), dan berlangsung dalam dinamikanya seluruh komponen kehidupan itu. Ada perpaduan erat antara yang hidup dengan yang mati dalam kehidupan. Mati adalah bagian dari daur kehidupan yang memungkinkan terciptanya kehidupan itu secara berlanjut. Makhluk hidup bersel satu adalah makhluk yang pertama berkembang. Jutaan tahun kemudian kehidupan di laut mulai berkembang. Binatang kerang muncul, lalu ikan kemudian disusul amphibi. Lambat laun binatang daratan berkembang pula muncul reptil, burung dan binatang menyusui. Baru kira-kira 25 juta tahun yang lalu muncul manusia kemudian berkembang berkelompok dalam suku-suku bangsa seperti saat ini, dan hampir di setiap sudut bumi ditempati manusia yang berkembang dengan cepat.


Lingkungan hidup adalah suatu konsep holistik yang berwujud di bumi ini dalam bentuk, susunan, dan fungsi interaktif antara semua pengada baik yang insani (biotik) maupun yang ragawi (abiotik). Keduanya saling mempengaruhi dan menentukan, baik bentuk dan perwujudan bumi di mana berlangsungnya kehidupan yaitu biosfir maupun bentuk dan perwujudan dari kehidupan itu sendiri, seperti yang disebutkan dalam hipotesa Gaia. Lingkungan hidup yang dimaksud tersebut tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, oleh karena itu yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah lingkungan hidup manusia.


Permasalahan Lingkungan Hidup

Belum ada definisi tentang lingkungan sosial budaya yang disepakati oleh para ahli sosial, karena perbedaan wawasan masing-masing dalam memandang konsep lingkungan sosial budaya. Untuk itu digunakan definisi kerja lingkungan sosial budaya, yaitu lingkungan antar manusia yang meliputi: pola-pola hubungan sosial serta kaidah pendukungnya yang berlaku dalam suatu lingkungan spasial (ruang); yang ruang lingkupnya ditentukan oleh keberlakuan pola-pola hubungan sosial tersebut (termasuk perilaku manusia di dalamnya); dan oleh tingkat rasa integrasi mereka yang berada di dalamnya.


Oleh karena itu, lingkungan sosial budaya terdiri dari pola interaksi antara budaya, teknologi dan organisasi sosial, termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan perilakunya yang terdapat dalam lingkungan spasial tertentu.
Lingkungan sosial budaya terbentuk mengikuti keberadaan manusia di muka bumi. Ini berarti bahwa lingkungan sosial budaya sudah ada sejak makhluk manusia atau homo sapiens ini ada atau diciptakan. Lingkungan sosial budaya mengalami perubahan sejalan dengan peningkatan kemampuan adaptasi kultural manusia terhadap lingkungannya.


Manusia lebih mengandalkan kemampuan adaptasi kulturalnya dibandingkan dengan kemampuan adaptasi biologis (fisiologis maupun morfologis) yang dimilikinya seperti organisme lain dalam melakukan interaksi dengan lingkungan hidup. Karena Lingkungan hidup yang dimaksud tersebut tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, maka yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah lingkungan hidup manusia. Rambo menyebutkan ada dua kelompok sistem yang saling berinteraksi dalam lingkungan sosial budaya yaitu sosio sistem dan ekosistem. Sistem sosial tersebut meliputi: teknologi; pola eksploitasi sumber daya; pengetahuan; ideologi; sistem nilai; organisasi sosial; populasi; kesehatan; dan gizi. Sedangkan ekosistem yang dimaksud meliputi tanah, air, udara, iklim, tumbuhan, hewan dan populasi manusia lain. Dan interaksi kedua sistem tersebut melalui proses seleksi dan adaptasi serta pertukaran aliran enerji, materi, dan informasi.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Adat Istiadat Dan Contohnya


Bentuk Interaksi Sosial Budaya

1. Interaksi Sosial Asosiatif

  • Kerjasama (cooperation). Kerjasama adalah bentuk utama dari proses interaksi sosial, karena pada dasarnya, interaksi sosial yang dilakukan oleh seseorang bertujuan untuk memenuhi kepentingan atau kebutuhan bersama. Sebagai contoh dalam kegiatan ekonomi, kita dapat mengamati berbagai kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi. Koperasi Sekolah, PT, dan CV, merupakan contoh kerjasama dalam interaksi asosiatif.
  • Akomodasi (accommodation). Akomodasi adalah proses penyesuaian sosial dalam interaksi antar-individu dan antar-kelompok, untuk meredakan pertentangan

2. Akomodasi (accommodation)

Akomodasi adalah proses penyesuaian sosial dalam interaksi antar-individu dan antar-kelompok, untuk meredakan pertentangan. Bentuk-bentuk akomodasi, antara lain sebagai berikut.

  • Koersi (coercion), yaitu bentuk akomodasi yang terjadi karena adanya pelaksanaan dan pihak lain yang lebih kuat. CONTOH: perbudakan.
  • Kompromi (compromise), yaitu bentuk akomodasi di mana pihak yang mengalami perselisihan mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian. CONTOH : perjanjian antar negara tentang batas wilayah perairan.
  • Arbitrasi (arbitration), yaitu bentuk akomodasi yang melibatkan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu konflik. Dalam hal ini pihak ketiga bersifat netral. CONTOH: konflik antara buruh dan pengusaha dengan bantuan suatu badan penyelesaian perburuan Depnaker sebagai pihak ketiga.

3. Asimilasi (assimilation)

Asimilasi merupakan proses ke arah peleburan kebudayaan, sehingga masing-masing pihak merasakan adanya kebudayaan tunggal yang menjadi milik bersama. Asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai adanya usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan yang terdapat antara beberapa orang atau kelompok.


4. Akulturasi (acculturation)

Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul akibat suatu kebudayaan menerima unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri. Contohnya :

  • perpaduan musik Melayu dengan musik Spanyol melahirkan musik keroncong.
  • bakpao merupakan makanan tradisional khas masyarakat bangsa Tionghoa.

5. Persaingan (competition)

Persaingan merupakan bentuk dari interaksi disosiatif yang banyak kita temukan di lingkungan kehidupan kita. Persaingan merupakan perjuangan yang dilakukan oleh individu atau kelompok sosial tertentu, agar memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik. Contohnya adalah pedagang di sentra industri kulit yang menjajakan barang dagangan sejenis


6. Kontravensi

Kontravensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti : proses persaingan yang ditandai oleh gejala ketidakpastian mengenai pribadi seseorang dan perasaan tidak suka yang disembunyikan terhadap kepribadian seseorang. Kontravensi adalah bentuk interaksi sosial yang berada diantara:


persaingan dan pertentangan atau konflik. Dilihat dan prosesnya kontravensi mencakup lima sub proses berikut.

  • Proses yang umum, yakni adanya penolakan, keengganan, gangguan terhadap pihak lain, pengacauan terhadap rencana pihak lain, dan sebagainya.
  • Kontravensi sederhana, seperti memaki-maki, menyangkal pihak lain, mencerca, memfitnah, dan lain sebagainya.
  • Kontravensi yang intensif, seperti penghasutan, penyebaran desas-desus, dan sebagainya.
  • Kontravensi yang bersifat rahasia, seperti mengumumkan rahasia pihak lain, berkhianat, dan sebagainya.
  • Kontravensi yang bersifat taktis, seperti intimidasi, provokasi, dan lain sebagainya.

7. Pertikaian

Pertikaian merupakan proses sosial bentuk lanjut dan kontravensi. Artinya dalam pertikaian perselisihan sudah bersifat terbuka. Pertikaian terjadi karena semakin tajamnya perbedaan antara kalangan tertentu dalam masyarakat. Pertikaian dapat muncul apabila individu atau kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan jalan menentang pihak lain dengan cara ancaman atau kekerasan


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : √ Kesenjangan Sosial : Pengertian, Contoh, Penyebab Dan Solusi


Interaksi Antara Unsur Kebudayaan

A. Peralatan dan Perlengkapan Hidup (Teknologi)

Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan. Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian. Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:


  • valat-alat produktif
  • senjata
  • wadah
  • alat-alat menyalakan api
  • makanan
  • pakaian
  • tempat berlindung dan perumahan
  • alat-alat transportasi

B. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:

  • berburu dan meramu
  • beternak
  • bercocok tanam di ladang
  • menangkap ikan
  • Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.


Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.


C. Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.


Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.


D. Kesenian

Karya seni dari peradaban Mesir kuno. Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.


E. Sistem Kepercayaan

Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.


Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti “menambatkan”), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:


sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati. Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti “10 Firman” dalam agama Kristen atau “5 rukun Islam” dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga mempengaruhi kesenian.


F. Agama Samawi

Tiga agama besar, Yahudi, Kristen dan Islam, sering dikelompokkan sebagai agama Samawi atau agama Abrahamik. Ketiga agama tersebut memiliki sejumlah tradisi yang sama namun juga perbedaan-perbedaan yang mendasar dalam inti ajarannya. Ketiganya telah memberikan pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia. Yahudi adalah salah satu agama, yang jika tidak disebut sebagai yang pertama, adalah agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih ada sampai sekarang.


Terdapat nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi yang juga direferensikan dalam agama Abrahamik lainnya, seperti Kristen dan Islam. Saat ini umat Yahudi berjumlah lebih dari 13 juta jiwa. Kristen (Protestan dan Katolik) adalah agama yang banyak mengubah wajah kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun banyak terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan Erasmus. Saat ini diperkirakan terdapat antara 1,5 s.d. 2,1 milyar pemeluk agama Kristen di seluruh dunia. Islam memiliki nilai-nilai dan norma agama yang banyak mempengaruhi kebudayaan Timur Tengah dan Afrika Utara, dan sebagian wilayah Asia Tenggara. Saat ini terdapat lebih dari 1,5 milyar pemeluk agama Islam di dunia.


G. Agama dan Filosofi dari Timur

Agama dan filosofi seringkali saling terkait satu sama lain pada kebudayaan Asia. Agama dan filosofi di Asia kebanyakan berasal dari India dan China, dan menyebar di sepanjang benua Asia melalui difusi kebudayaan dan migrasi. Hinduisme adalah sumber dari Buddhisme, cabang Mahāyāna yang menyebar di sepanjang utara dan timur India sampai Tibet, China, Mongolia, Jepang dan Korea dan China selatan sampai Vietnam. Theravāda Buddhisme menyebar di sekitar Asia Tenggara, termasuk Sri Lanka, bagian barat laut China, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.


Agama Hindu dari India, mengajarkan pentingnya elemen nonmateri sementara sebuah pemikiran India lainnya, Carvaka, menekankan untuk mencari kenikmatan di dunia. Konghucu dan Taoisme, dua filosofi yang berasal dari Cina, mempengaruhi baik religi, seni, politik, maupun tradisi filosofi di seluruh Asia. Pada abad ke-20, di kedua negara berpenduduk paling padat se-Asia, dua aliran filosofi politik tercipta. Mahatma Gandhi memberikan pengertian baru tentang Ahimsa, inti dari kepercayaan Hindu maupun Jaina, dan memberikan definisi baru tentang konsep antikekerasan dan antiperang. Pada periode yang sama, filosofi komunisme Mao Zedong menjadi sistem kepercayaan sekuler yang sangat kuat di China.


H. Agama Tradisional

Agama tradisional, atau kadang-kadang disebut sebagai “agama nenek moyang”, dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika. Pengaruh bereka cukup besar; mungkin bisa dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan atau bahkan menjadi agama negara, seperti misalnya agama Shinto. Seperti kebanyakan agama lainnya, agama tradisional menjawab kebutuhan rohani manusia akan ketentraman hati di saat bermasalah, tertimpa musibah, tertimpa musibah dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.


“American Dream” American Dream, atau “mimpi orang Amerika” dalam bahasa Indonesia, adalah sebuah kepercayaan, yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat. Mereka percaya, melalui kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan tekad, tanpa memedulikan status sosial, seseorang dapat mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat adalah sebuah “kota di atas bukit” (atau city upon a hill”), “cahaya untuk negara-negara” (“a light unto the nations”), yang memiliki nilai dan kekayaan yang telah ada sejak kedatangan para penjelajah Eropa sampai generasi berikutnya.


I. Pernikahan

Agama sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Kebanyakan gereja Kristen memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah; gereja biasanya memasukkan acara pengucapan janji pernikahan di hadapan tamu, sebagai bukti bahwa komunitas tersebut menerima pernikahan mereka. Umat Kristen juga melihat hubungan antara Yesus Kristus dengan gerejanya. Gereja Katolik Roma mempercayai bahwa sebuah perceraian adalah salah, dan orang yang bercerai tidak dapat dinikahkan kembali di gereja. Sementara Agama Islam memandang pernikahan sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan untuk tidak melakukan perceraian, namun memperbolehkannya.


J. Sistem Ilmu dan Pengetahuan

Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error). Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:

  • pengetahuan tentang alam
  • pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
  • pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia
  • pengetahuan tentang ruang dan waktu

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Definisi Hubungan Struktur Sosial Dengan Mobilitas Sosial


Fungsi dan Wujud Budaya

Kata budaya sendiri berasal dari bahasa Sansekerta “budhayyah” yang berarti akal atau budi, atau segala hal yang memiliki hubungan dengan budi atau akal. Menurut EB Taylor kebudayaan adalah sekumpulan yang mencangkup kesenian, pengetahuan, budaya, adat, moral, keniasaan serta kemampuan yang diperoleh oleh manusia sebagai kelompok masyarakat.

Ilmu Antropologi kebudayaan adalah dari semua  sistem gagsan, tindakan, maupun hasil karya manusia dalam hidup bermasyarakat. Menurut Selo Sumarjan dan Soelaiman Sumarjan kebudayaan adalah semua karya, rasa, cipta dari hasil manusia.


Fungsi Budaya

Keperluan dari masyarakat sebagian besar di dominasi oleh kebudayaan yang bertitik pada masyarakat itu sendiri. Pengaruh dari Individu oleh kebudayaan : Individu tidak bisa hidup sendiri namun bergaul dengan orang lain dan memerlukan orang lain, dan membuat saling mempengaruhi.


Wujud Budaya

  • Sifatnya abstrak (IDEAS)
    Tidak bisa disentuh yang ada didalam pikiran warga masyarakat dimana warga itu tinggal.
  • Tindakan terpola (ACTIVITIES)
    Tindakan terpola dari manusianya sendiri, aktivitas manusia setiap saat,setiap waktu saling berinteraksi, memiliki hubungan, memiliki pola pergaulan yang sesuai peraturan adat kelakuan.
  • Benda hasil karya (ARTIFACT)
    Tidak memerlukan penjelasan yang terlalu banyak sebab semua hasil dari kegiatan (fisik), karya, perbuatan manusia dalam sifat dan masyarakatnya (dapat diraba dan dilihat)

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Diferensiasi Sosial

Faktor Pendorong Perubahan Sosial Budaya

Terjadinya sebuah perubahan tidak selalu berjalan dengan lancar, meskipun perubahan tersebut diharapkan dan direncanakan. Terdapat faktor yang mendorong sehingga mendukung perubahan, tetapi juga ada faktor penghambat sehingga perubahan tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Faktor pendorong merupakan alasan yang mendukung terjadinya perubahan. Menurut Soerjono Soekanto ada sembilan faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial, yaitu:


  • Terjadinya kontak atau sentuhan dengan kebudayaan lain.
    Bertemunya budaya yang berbeda menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli maupun budaya asing, dan bahkan hasil perpaduannya. Hal ini dapat mendorong terjadinya perubahan dan tentu akan memperkaya kebudayaan yang ada.


  • Sistem pendidikan formal yang maju.
    Pendidikan merupakan salah satu faktor yang bisa mengukur tingkat kemajuan sebuah masyarakat. Pendidikan telah membuka pikiran dan membiasakan berpola pikir ilmiah, rasional, dan objektif. Hal ini akan memberikan kemampuan manusia untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya memenuhi perkembangan zaman, dan perlu sebuah perubahan atau tidak.


  • Sikap menghargai hasil karya orang dan keinginan untuk maju.
    Sebuah hasil karya bisa memotivasi seseorang untuk mengikuti jejak karya. Orang yang berpikiran dan berkeinginan maju senantiasa termotivasi untuk mengembangkan diri.


  • Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
    Penyimpangan sosial sejauh tidak melanggar hukum atau merupakan tindak pidana, dapat merupakan cikal bakal terjadinya perubahan sosial budaya. Untuk itu, toleransi dapat diberikan agar semakin tercipta hal-hal baru yang kreatif.


  • Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.
    Open stratification atau sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal atau horizontal yang lebih luas kepada anggota masyarakat. Masyarakat tidak lagi mempermasalahkan status sosial dalam menjalin hubungan dengan sesamanya. Hal ini membuka kesempatan kepada para individu untuk dapat mengembangkan kemampuan dirinya.


  • Penduduk yang heterogen.
    Masyarakat heterogen dengan latar belakang budaya, ras, dan ideologi yang berbeda akan mudah terjadi pertentangan yang dapat menimbulkan kegoncangan sosial. Keadaan demikian merupakan pendorong terjadinya perubahan-perubahan baru dalam masyarakat untuk mencapai keselarasan sosial.


  • Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu
    Rasa tidak puas bisa menjadi sebab terjadinya perubahan. Ketidakpuasan menimbulkan reaksi berupa perlawanan, pertentangan, dan berbagai gerakan revolusi untuk mengubahnya.


  • Orientasi ke masa depan
    Kondisi yang senantiasa berubah merangsang orang mengikuti dan menyesusikan dengan perubahan. Pemikiran yang selalu berorientasi ke masa depan akan membuat masyarakat selalu berpikir maju dan mendorong terciptanya penemuan-penemuan baru yang disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.


  • Nilai bahwa manusia harus selalu berusaha untuk perbaikan hidup.
    Usaha merupakan keharusan bagi manusia dalam upaya memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Usaha-usaha ini merupakan faktor terjadinya perubahan.
    Banyak faktor yang menghambat sebuah proses perubahan. Menurut Soerjono Soekanto, ada delapan buah faktor yang menghalangi terjadinya perubahan sosial, yaitu:

    1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
    2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
    3. Sikap masyarakat yang mengagungkan tradisi masa lampau dan cenderung konservatif.
    4. Adanya kepentingan pribadi dan kelompok yang sudah tertanam kuat (vested interest).
    5. Rasa takut terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan dan menimbulkan perubahan pada aspek-aspek tertentu dalam masyarakat.
    6. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing, terutama yang berasal dari Barat.
    7. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
    8. Adat dan kebiasaan tertentu dalam masyarakat yang cenderung sukar diubah.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : √ Penelitian Sosial: Pengertian, Definisi, Metode, Tujuan, Ciri Dan Unsurnya


Proses Pendorong Perubahan Sosial Budaya

1. Pola-pola Perubahan: Beberapa Pandangan Antropologi

Dalam kalangan antroplogi ada tiga pola yang dianggap sangat penting antara lain Evolusi, Difusi, dan Akulturasi. Landasannya adalah penemuan atau Inovasi. Penemuan paling menentukan dalam pertumbuhan kebudayaan dalam arti penemuan sesuatu secara etimologi menerima sesuatau yang baru. Menurut Kroeber, kebutuhan dan kebetulan kecil sekali peranannya dalam menghasilkan penemuan. Sumber terbesarnya adalah permainan dorongan hati (impulse). Penemuan di bidang ilmu dan kesenian adalah hasil peningkatan penelitian pancaindera dan aktivitas rasa keindahan orang dewasa, yang menyerupai permainan dalam kehidupan anak kecil atau binatang mamalia.


Bahasan lebih rinci mengenai penemuan, dikemukakan oleh Barnett. Ia membicarakan penemuan sebagai sesuatu yang lumrah di kalangan manusia. Setiap individu pada dasarnya adalah penemu, meskipun kecenderungan dan kemampuan individu untuk menyimpang dari batas-batas normal penyimpangan yang dapat diterima adalah berbeda bahan yang digunakan oleh penemu atau tercipta berasal dari dua sumber, yakni kebudayaannya sendiri dan aspek-aspek pengalamannya sendiri yang tak dibuat-buat seperti sifat dan cirri-ciri pisik dan mentalnya sendiri. Jadi baik faktor internal maupun eksternal membantu menerangkan perbedaan di kalangan individu berkenaan dengan aktivitas penemuan. Barnett sendiri memberikan tekanan khusus pada aspek psikologi dari penemuan dan memperlakukan suasana kebudayaan sebagai kerangka tempat berlakunya faktor psikologis. Hal penting untuk tujuan bahasan kita adalah pendapat Barnett, bahwa penemuan adalah dasar bagi perubahan kebudayaan.


2. Penemuan Baru/ Invention

Istilah penemuan (baru) mengacu pada penemuan cara kerja, alat, atau prinsip baru oleh seorang individu, yang kemudian diterima (conventional) oleh orang-orang lain, sehingga hal tersebut menjadi milik bersama masyarakat (Haviland, 1988: 253). Istilah “penemuan” (invention), pada prinsipnya, dapat dibagi menjadi dua ketegori, yaitu: penemuan primer (primary invention) dan penemuan sekunder (seondary invention).


Penemuan primer adalah penemuan yang biasanya diperoleh secara kebetulan dan baru pertama kalinya, sedangkan penemuan sekunder adalah proses perbaikan dengan menerapkan prinsip-prinsip yang sudah diketahui melalui pengalaman. Penemuan primer lebih asli sifatnya, karena langsung dari sumbernya, sedangkan penemuan sekunder cenderung mangalami perubahan, perbaikan dan penyesuaian dengan lingkungannya, sehingga keasliannya tidak terjamin lagi. Sebagai contoh penemuan alat penetak (kapak bermata batu di beberapa suku Papua) pada zaman batu, yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi alat-alat pemotong yang terbuat dari bahan lainnya, seperti tulang binatang dan besi. Penyempurnaan bentuk dan fungsinya dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat pemakainya. Contoh lain, adalah penemuan proses pembakaran tanah liat dari lembek menjadi keras dan seterusnya. Sangat memungkinkan, bahwa pada zaman dahulu kala pernah terjadi pembakaran tanah liat secara tidak disengaja, yang digunakan sebagai wadah untuk memasak sesuatu.


Perlu saya jelaskan di sini, bahwa tidak semua kejadian secara kebetulan itu dapat dianggap sebagai suatu penemuan (invention), selama penemunya tidak mengetahui manfaat atau fungsi dari penemuannya tersebut. Kira-kira 25.000 tahun yang lalu, orang menemukan adanya penerapan sistem pembakaran tanah liat yang dilakukan oleh manusia purba, karena beberapa artefak patung-patung kecil yang terbuat dari tanah liat yang dibakar, dapat ditemukan. Akan tetapi, apakah penemuan yang sama dapat terjadi di beberapa tempat, seperti di Timur Tengah, jawabannya adalah tidak, karena penggunaan wadah seperti itu belum mengakar di sana. Nanti sekitar tahun 7.000 dan tahun 6.500 sebelum masehi, barulah penerapan pembakaran tanah liat di Timur Tengah mulai dikenal melalui pembuatan wadah-wadah dan bejana memasak yang tebuat dari tanah liat — yang murah, awet, dan mudah dibuat — ditemukan.


Sebuah penemuan, seperti halnya dengan alat pentak dan tembikar di atas dapat berubah dari penemuan primer menjadi sekunder. Banyak bukti yang dapat kita temukan dari perubahan bentuk penggunaan tanah liat menjadi bentuk kentongan untuk menyimpan air, kendi untuk menyimpan air minum, belanga untuk memasak, piring tanah untuk makan dan sebagainya, yang mengalami perubahan bentuk sesuai dengan fungsinya. Kegiatan pembuatan grabah di Banyumulek di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), misalnya, merupakan salah satu bukti riel perubahan tersebut. Kendi atau kentongan yang dulunya difungsikan sebagai alat memasak atau wadah penyimpanan air, saat ini dijadikan sebagai cendera mata khas Lombok dengan sentuhan-sentuhan seni assesorisnya. Kendi atau kentongan tersebut dibungkus dengan menggunakan anyaman rotan kecil atau kadang-kadang diukir dan dibuat menyerupai guci yang berasal dari negeri cina.


Selain perubahan bentuk dan fungsi di atas, perubahan dan efesiensi proses pembuatannya pun juga ikut terjadi. Barang tembikar, misalnya, yang dibuat oleh masyarakat purba dengan menggunakan tangan dan/atau alat sederhana lainnya, sejalan dengan perkembangan waktu mengalami perubahan yaitu dengan menggunakan alat-alat tepat guna. Para pengrajin gerabah waktu lampau melakukan pekerjaannya dengan mengaduk-aduk atau menginjak-injak tanah liat untuk membuat adonan, saat ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengaduk yang menggunakan mesin atau dinamo pemutar. Para pengrajin tembikar pada waktu silam membuat tembikarnya dengan tanpa wadah dan harus berputar dari salah satu ke sisi lain, ketika membuat tembikarnya, kini dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah meja putar, sehingga pembuatnya tidak perlu lagi mengelilingi tembikar buatannya.


Perlu juga saya kemukakan di sini, bahwa tidak tertutup kemungkinan proses perubahan dari penemuan primer ke penemuan sekunder dapat menimbulkan penemuan baru lainnya. Pembuatan tungku pembakaran tanah liat di Timur Tengah, misalnya, yang juga diterapkan ke dalam proses-proses lainnya, seperti pembakaran batu cadas menjadi kapur, peleburan biji tambang (ore) menjadi logam dan lain sebagainya, merupakan salah satu bukti penemuan lain tersebut. Ketika, misalnya, pembakaran tanah liat di Timur Tengah manusia dikagetkan oleh temuan baru berupa kapur atau biji logam, maka ia berusaha membuat percobaan-percobaan khusus dengan membakar batu cadas dan tanah tambang yang dianggap mengandung logam.


Penemuan primer dapat mengakibatkan perubahan kebudayaan yang cepat dan merangsang penemuan-penemuan lain, seperti tergambar dalam contoh di atas. Hal ini disebakan oleh adanya sifat dinamis yang dimiliki kebudayaan, yang memungkinkan terjadinya penemuan-penemuan. Darwin, misalnya, dengan teori evolusinya menemukan sebuah bukti, yang menurutnya dapat membuktikan, bahwa manusia itu dalam perkembangan evolusi fisiknya berasal dari kera. Temuan ini akhirnya menjadi kontrovesial hingga saat ini, karena temuan tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai, pola kebutuhan dan tujuan-tujuan masyarakat. Oleh karena itu, tidak salah apabila Benedict (1934) mengatakan, bahwa peluang penemuan untuk diterima (oleh masyarakat) sangat kecil, kalau penemuan tersebut tidak berhasil menyesuaikan diri dengan pola kebutuhan, nilai dan tujuan-tujuan yang sudah mapan di dalam masyarakat.


Faktor lain yang dapat menghambat penerimaan sebuah temua adalah kebiasaan (habit) masyarakat penerimanya. Dengan demikian, manusia pada umumny akan tetap berpegang pada kebiasaannya dan cenderung enggang menerima sesuatu yang baru, yang menurutnya tidak terlalu adapatif dalam menghadapi lingkungannya. Jadi, peluang besar sebuah penemuan untuk dapat diterima, apabila penemuan tersebut lebih baik daripada apa yang digantikannya. Selain itu, prestise dan status si penemu juga menentukan diterima atau kurang berterimanya suatu temuan. Apabila temuan itu didapat oleh orang-orang yang berprestise atau berpengaruh, maka temuan tersebut cenderung cepat diterima, dibandingkan dengan penemu biasa atau orang-orang yang tidak berpengaruh atau ahli dalam bidangnya.


3. Evolusi

Pemikiran evolusi kuno menurut garis lurus ini mengalami kemunduran di awala abad 20. Pemikiran ini mendapat serangan hamper disemua perkara. Sebagian besar kritikan itu menyangkut perbedaan antara teori dan pengetahuan yang terhimpun mengenai masyarakat primitif. Jika tak seluruhnya, kebanyakan teori evolusi ini didsarkan atas data yang tak memadai dan tak cermat, dan teoritisinya sendiri umumnya tidak melakukan penielitian lapangan yang intensif. Begitu pula, teori evolusi kuno cenderung meremehkan peranan kebudayaan pinjaman, dan antropolog baru cenderung melihat pinjaman kebudayaan ini sangat penting artinya. Pemikiran evolusi menurut garis lurus memperkuat sikap etnosentrisme dan menjurus kearah penghinaan kebudayaan masyarakat yang “kurang maju”


Pemikiran evolusi baru, yang muncul setelah yang lama hancur karena serangan kritik mematikan itu, mengurangi mitos perkembangan kebudayaan menurut garis lurus. Pemikiran evolusi baru ini merupakan upaya untuk mentesiskan pemikiran ahli evolusi kuno dan pemikiran ahli difusi dan fungsional, yang muncul kemudian. Pemikiran ahli difusi, menekankan sifat mobilitas berbagai unsur kebudayaan dan mencoba mengetahui bagaimana cara berbagai unsur yang membentuk satu kebudayaan tertentu menyatu bersama. Pemikiran ahli teori fungsional menekankan pada saling ketergantungan unsur kebudayaan, hubungan masing-masing unsur menjadi satu keseluruhan yang penuh makna. Seperti pandangan fungsionalisme sosiologis, pandangan ini pun ternyata tak mampu menerangkan masalah perubahan secara memadai.


Pemikiran evolusionisme baru, mencakup berbagai ide. Beberapa ahli antropolog kontemporer, menyamakan evolusi dengan perubahan. Sedangkan yang lain membanyangkan evolusi sebagai pertumbuhan, perkambangan atau kemajuan. Wolf membangayangkan evolusi dalam arti perkembangan kumulatif baik kuantitatif maupun kualitatif. Aspek kuantitatif secara tersirat menyatakan tingkatan evolusi menurut skala numeric. Dengan demikian, kebudayaan dapat dibedakan tingkatannya, umpamanya menurut jumlah energi yang digunakan atau menurut cirri demografis, atau menurut intensitas komunikasi. Aspek kualitatif berarti kemunculan-kemunculan komponen kebudayaan baru, yang memasukkan dan menyatukan komponen yang ada menurut cara baru. Sebagian besar penemuan merupakan penyatuan bagian-bagian yang telah ada sebelumnya menurut cara baru.


Negara adalah sebuah penemuan sosial yang menghasilkan perubahan kualitatif dalam organisasi kebudayaan. Perubahan kualitatif utamanya adalah terjadinya perubahan dari bagian-bagian kebudayaan yang sebelumnya tidak terspesialisasi menjadi kebudayaan yang berfungsi atas dasar bagian-bagian yang terspesialisasi. Artinya, perubahan dari masyarakat pemburu dan pengumpul makanan ke bentuk masyarakat yang lebih rumpil.


Kebudayaan adalah proses yang bersifat simbolis, berkelanjutan, kumulatif, dan maju (progresif). Kebudayaan adalah proses simbolis dalam arti bahwa manusia adalah simbol binatang (terutama binatang yang meggunakan bahasa). Berkelanjutan karena sifat simbolis kebudayaan memungkinkannya dapat dengan mudah diteruskan dari seorang individu ke individu yang lain dan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Akumulatif dalam arti unsur bar uterus-menerus ditambahkan kepada kebudayaan yang ada. Kebudayaan bersifat progresif dalam arti mencapai control yang semakin meningkat terhadap alam dan semakin menjamin kehidupan yang semakin baik bagi manusia. Dengan kata lain kebudayaan adalah fenomena yang menghasilkan sendiri, mencakup kehidupan individu dan karena itu dapat menjelaskan seluruh perilaku manusia


4. Difusi

Meskipun minat terhadap evolusi hidup kembali, pendekatan lebih umum atas perubahan kebudayaan dipusatkan pada proses difusi atau akulturasi. Kedua hal ini akan dibahas berikut ini. Jika dalam teori evolusi menjelaskan perubahan atau perkembangan kebudayaan dari bawah ke atas, maka difusi menjelaskan “perkembangan kebudayaan secara mendatar”.


Ide pokok dari teori difusionisme dalam antropologi mengatakan bahwa “terdapat transmisi atau peralihan atau pergeseran atau perpindahan dari suatu kebudayaan apakah sifatnya material, atau sebaliknya dari suatu kebudayaan ke-kebudayaan yang lain, dari orang ke orang, dari suatu tempat ke tempat yang lain”. Berbeda sekali dengan asumsi evolusi bahwa “dinamika atau perkembangan kebudayaan itu dari bawah ke atas secara pelan-pelan”. Terdapat pendugaan-pendugaan atau perposisi atau asumsi-asumsi pokok dalam difusi yang bersifat ekstrim. Dalam difusi ada yang menganut aliran ekstrim dan ada yang sedikit moderat. Aliran ekstrim mengatakan bahwa “umat manusia itu tidak berdaya cipta”, jadi sesuatu itu, budaya maupun sosial, hanya diciptakan sekali saja kemudian ditransmisikan dari suatu masyarakat ke masyarakat yang lain yang biasa melampaui pola secara global.


Ini bisa disebabkan oleh suatu transmisi antara produk-produk yang stabil yang dibawah oleh masyarakat-masyarakat yang berperadaban yang tinggi. Evolusi klasik mengasumsikan bahwa manusia itu punya kreasi untuk menciptakan sesuatu yang sama dengan yang diciptakan oleh generasi berikutnya melalui peningkatan disetiap tempat yang berbeda-beda. Jadi walaupun berbeda tempat tetapi bisa sama yang diciptakan misalnya perahu, di mana-mana namun tempatnya berbeda, dan dianggap suatu kebetulan, tetapi sebetulnya merupakan suatu perkembangan dari bawah ke atas, tetapi masing-masing punya daya menciptakan seperti itu. Bukan karena adanya perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain.


Kita telah membahas difusi sebagai proses yang menyebarkan penemuan (inovasi) keseluruh lapisan satu masyarakat atau kadalam suatu bagian atau dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Menurut pendekatan antropologi, difusi mengacu pada penyebaran unsur-unsur atau ciri-ciri satu kebudayaan ke kebudayaan lain. Tetapi beberapa antropolog memperdebatkan hal ini. Malinowski menyatakan, difusi takkan dapat dipelajari kecuali bila kita mengambil system organanisasi atau institusi sebagai unit-unit yang disebarkan ketimpang cirri-ciri atau kompleks cirri-ciri kebudayaan. Defenisi yang lebih umum menegaskan bahwa difusi adalah penyebaran aspek tertentu dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain. Teori difusi muncul sebagai alternative bagi teori evolusi. Teoritisi difusi kuno telah membuat pernyataan yang sama berlebih-lebihannyadengan yang dibuat teoritisi evolusi kuno.


5. Akulturasi

Akulturasi mengacu pada pengaruh satu kebudayaan terhadap kebudayaan lain Atau saling mempengaruhi antara dua kebudayaan, yang mengakibatkan terjadinya perubahan kebudayaan. Sebagaimana difusi, tak ada defenisi akulturasi yang memuaskan setiap antropolog. Defenisi diatas serupa dengan defenisi antropolog klasik Redfield, Linton, dan herkovits akulturasi meliputi fenomena yang dihasilkan sejak dua kelompok yang berbeda kebudayaannya mulai melakukan kontak langsung, yang diikuti perubahan pola kebudayaan asli salah satu atau kedua kelompok itu menurut defenisi ini, akulturasi hanyalah satu aspek saja dari perubahan kebudayaan.


Sedangkan difusi hanyalah satu aspek dari akulturasi. Begitu pila, difusi selalu terjadi dalam akulturasi, tetapi tak dapat terjadi tanpa berkelanjutanya kontak langsung yang di perlukan bagi akulturasi. Defenisi yang menjadi standar dalam perubahan kebudayaan adalah yang dirumuskan tahun 1945. Akulturasi didefenisikan sebagai “perubahan kebudayaan yang dimulai dengan berhubungannya dua sistem kebudayaan atau lebih masing-masing otonom yang menjadi unit analisis adalah setiap kebudayaan yang dimiliki masyarakat tertentu. Individu anggota masyarakat itu jelas adalah pendukung kebudayaan, dan karena itu menjadi perantara yang menyebarkan kebudayaannya kepada individuyang berasal dari masyrakat lain. Dalam analisis akulturasi, individu yang mengubah kebiasaan berperilaku dan keyakinan asing, namun dikatakan adapt masyarakatnyalah yang mengalami akulturasi.


Menurut Haviland (1988: 263), bahwa proses akulturasi mendapat perhatian khusus dari para antropolog. Akulturasi terjadi bila kelompok-kelompok individu yang memiliki kebudayaan yang berbeda saling berhubungan secara langsung dan intensif, dengan timbulnya kemudian perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan dari salah satu atau kedua kebudayaan yang bersangkutan. Di antara variabel-variabelnya yang banyak itu, termasuk tingkat perbedaan kebudayaan, keadaan, intensitas, frekuensi, dan semangat persaudaraan dalam hubungan-nya, maka terjadi dua kubu yaitu yang dominan dan yang tunduk, serta kemungkinan ada atau tidaknya saling pengaruh secara timbal balik dari kedua kebudayaan atau lebih yang melakukan kontak. Perlu saya jelaskan di sini, bahwa istilah akulturasi dan difusi kebudayaan merupakan dua bentuk pemakaian istilah yang bertolak belakang.


Akulturasi menurut Koentjaraningrat (2003: 7) adalah proses dimana para individu warga suatu masyarakat dihadapkan dengan pengaruh kebudayaan lain dan asing. Dalam proses itu sebagian mengambil alih secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu dan sebagian pula berusaha menolak pengaruh itu. Sedangkan difusi kebudayaan (Koentjaraningrat, 2003: 41), di pihak lain, adalah persebaran unsur-unsur kebudayaan di muka bumi. Kalau persebaran itu merupakan akibat pengaruh suku bangsa yang satu pada suku bangsa yang lain, proses difusi itu disebut difusi meransang (stimulus diffusion) yaitu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan akibat pengaruh gagasan yang menimbulkan unsur-unsur itu. Akibatnya, sebuah kebudayaan dapat mengambil anasir dari kebudayaan lain tanpa melalui akulturasi sama sekali Sebagai akibat dari salah satu atau sejumlah proses tersebut, akulturasi dapat tumbuh melalui beberapa jalur (Haviland, 1988: 263).


Percampuran atau asimilasi unsur-unsur budaya (cultural assimilations) dapat terjadi bila dua kebudayaan kehilangan identitas masing-masing dan menjadi satu kebudayaan baru. Inkorporasi (incorporation) terjadi kalau sebuah kebudayaan kehilangan otonominya, tetapi tetap mempunyai identitas sebagai subkultur, seperti kasta, kelas atau kelompok. etnis, seperti yang terjadi di beberapa daerah taklukan, yang umumnya menjadi budak dari penguasanya. Ekstinksi (extinction) atau kepunahan adalah gejala di mana sebuah kebudayaan kehilangan orang-orang yang menjadi anggotanya, sehingga tidak berfungsi lagi, dan kepunahan anggotanya karena mati atau bergabung dengan kebudayaan lain. Dalam adaptasi dapat tumbuh sebuah struktur baru dalam keseimbangan yang dinamis. Perlu juga saya jelskan di sini, bahwa perubahan sebuah kebudayaan dapat berjalan terus, akan tetapi bentuk pertumbuhan bersama biasanya agak lamban.


Haviland (1988: 264) memberikan contoh masyarakat Indian di bagian utara New England pasca terjadinya invasi dan kolonialisasi oleh orang-orang Inggris. Dari luar memang tampak, bahwa orang-orang Indian umumya berperilaku mirip dengan para kolonisnya, yang juga hidup bersama-sama dengan mereka. Mereka, misalnya, senang memakai pakaian gaya Eropa, menggunakan alat-alat besi dan bukan alat-alat batu lagi, bertempur dengan menggunakan senapan atau senjata api dan tidak lagi menggunakan busur dan anak panah, menekankan cara patrilineal dalam warisan harta benda mengakui adanya perbedaan kedudukan (laki-laki dan perempuan), umumnya lancar mengunakan salah satu bahasa Eropa (Perancis), dan bahkan memeluk agama Kristen (Katolik). Kebiasaan-kebiasaan sesuai adat-sitiadat orang Indian, seperti; berburu, menangkap ikan, menanam jagung, buncis, dan gambas, menggunakan kano dan sepatu salju, serta menghisap rokok sudah lama dijadikan kebiasaan kaum kolonis, sehingga hal tersebut tidak lagi menjadi ciri khas orang Indian. Dengan demikian, perbedaan antara orang Indian dan bukan Indian hampir tidak terlihat lagi, meskipun mereka tetap memelihara inti nilai-nilai (value cores) dan tradisi (customs) khusus sebagai milik mereka sendiri, dan inilah yang akan menjadi ciri pembeda satu-satunya bagi mereka.


Menurut Smith (1990: 1), bahwa istilah akulturasi telah digunakan sejak abad ke-19 untuk menggambarkan proses akomodasi dan perubahan yang terjadi di dalam kontak budaya. Akan tetapi, selama tahun 1930-an penggunaannya semakin meningkat, terutama oleh para antopolog Amerika Serikat yang tertarik di dalam studi perubahan kebudayaan dan perubahan sosial, serta pada problematika kerancuan sosial dan kemunduran budaya. Mereka mendefinisikan akulturasi sebagai “fenomena-fenomena yang dihasilkan ketika sekelompok manusia yang berasal dari latar kebudayaan berbeda berada dalam kontak langsung, yang mengakibatkan perubahan secara sufisien dari kedua belah pihak. Memulai dari sebuah pola dasar kebudayaan (culutral baseline) pre-kontak, studi akulturasi kemudian berusaha mempelajari, menggambar-kan dan menganalisa proses perubahan.


Dalam aplikasinya, mereka lebih mengkonsentrasikan diri pada kontak antara masyarakat industri dengan masyarakat bersahaja (native population), dengan menekankan pengaruh satu arah dari yang lama hingga selanjutnya, seperti yang terimplikasi di dalam antropologi terapan (Applied Anthropology). Mereka dibesarkan oleh terpaan kritikan, karena keterbukaannya pada proses pengembangan dan latar belakang kelompok kebudayaan dominan dan perubahan yang muncul di dalamnya sebagai hasil dari situasi politik baru, ekonomi dan bentuk sosial.


Studi khusus dalam perspektif akultarasi termasuk di dalamnya mekanisme perubahan dan resistensi dalam melakukan perubahan, dan kreasi tipologi dari hasil sebuah perubahan, seperti: Asimilasi, reinter-pretasi, sinkeretisme, revitalisasi dan sebagainya. Studi akulturasi akhir-akhir ini cenderung menghindari pem-bahasan yang berkenaan dengan pola kebudayaaan (cultural pattern) dan latar belakang analisis struktur dominasi sosial, ekonomi dan politik atau interaksi etnik dan strategi penggunaan elemen kebudayaan (cultural elements) dalam kontak kebudayaan yang sedang berlangsung.

Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Cari