Doa Niat Puasa Ramadhan

Diposting pada

Puasa pada bulan ramadhan merupakan ibadah wajib yang ditunaikan setiap umat Islam. Terdapat banyak keutamaan yang akan diperoleh bagi umat Islam yang melaksanakan ibadah puasa tersebut sesuai dengan tuntunan. Seperti salah satunya dengan mendasari dalam hati dengan niat puasa ramadhan.

Pengertian Niat Puasa Ramadhan

Pengertian-Niat-Puasa-Ramadhan

Dalam melakukan niat mengerjakan sesuatu dengan kesengajaan dan kesadaran, berarti sesuatu tersebut dikerjakan sesuai kemampuan. Dengan kata lain, sesuatu yang dilakukan itu berdasar pada niat. Maka dari itu, niat itu sangat utama dalam rangka mengerjakan sesuatu.

Niat puasa ramadhan merupakan amalan dalam hati. Niat puasa itu dilakukan pada waktu malam hari. Dengan niat tersebut diawali dengan mengerahkan hati untuk melaksanakan puasa esok hari karena Allah SWT. Sehingga, dalam menjalankannya akan berusaha menjauhi segala larangan-Nya dan mengharap ridho dari-Nya.

Berdasarkan pada hadist Rasulullah, sebagaimana berbunyi sebagai berikut:

وعن حفصة ام المؤمنين أن النبى ص. م قال: من لم يبيت

الصيام قبل الفجر فلا صيام له. (رواه الخمسه)

Artinya: “Dari Hafsah Ummul Mu’minin ra bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang tidak menetapkan berpuasa sebelum fajar, maka tidak sah berpuasanya.

Kapan Waktu Tepat Dilakukannya Membaca Niat untuk Puasa Ramadhan?

Kapan-Waktu-Tepat-Dilakukannya-Membaca-Niat-untuk-Puasa-Ramadhan

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 187 yang mengandung arti, “… Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid …”

Dari firman Allah  SWT tersebut sudah jelas jika waktu yang tepat untuk melakukan niat puasa ramadhan adalah malam hari hingga menjelang fajar. Apabila niat dilakukan selepas waktu fajar, maka tidaklah sah puasa yang dilakukannya. Namun, agar terhindar dari lupa dalam mengucapkan niat, alangkah baiknya niat dilakukan ketika malam hari.

Ada pendapat yang mengatakan memperbolehkan melakukan niat puasa pada bulan ramadhan di siang hari. Seperti jatuhnya hukum pada niat puasa sunnah. Dalam hal ini, niat puasa sunnah bisa dilakukan ketika siang hari dengan syarat belum makan ataupun minum sejak waktu fajar.

Akan tetapi, Imam Abu Hanifah memiliki pendapat yang berbeda. Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa puasa ramadhan berlaku niatnya dari awal terbenamnya matahari hingga tengah hari. Sedangkan, Zafar dari kalangan Hanafi mengemukakan hal yang berbeda mengenai niat puasa ramadhan.

Beliau mengatakan jika dalam kondisi sakit dan musafir, niat puasa ramadhan bisa dilakukan pada malam hari. Dengan begitu, muncul hak untuk mengqadha untuk mengantisipasi akibat ketidakjelasan atas keduanya. Meskipun demikian, pendapat yang kuat adalah yang mengatakan bahwa niat puasa di bulan ramadhan dilakukan pada malam hari hingga fajar.

Terdapat pengelompokan waktu melakukan niat puasa di bulan ramadhan antara lain:

  • Waktu untuk melakukan niat puasa-puasa mustahab dimulai dari awal malam hingga tersisa waktu yang cukup untuk niat sebelum maghrib.
  • Waktu untuk melakukan niat puasa-puasa wajib yang tertentu waktunya, seperti puasa bulan Ramadhan:
  1. Hingga sebelum terbitnya fajar: dihukumi sah.
  2. Hingga sebelum zawal (tergelincirnya matahari): jika karena sengaja, maka tidak sah. Tetapi bila karena lupa atau belum ada keterangan mengeai hal tersebut. Maka, berdasarkan ihtiyath hukumnya wajib melakukan niat dan berpuasa, setelah itu juga harus melakukan qadhanya.
  3. Setelah zawal, tidak mencukupi.
  • Waktu untuk melakukan niat pada puasa-puasa wajib yang tak tertentu waktunya, seperti puasa pada bulan Ramadhan:
  1. Hingga sebelum terbitnya zawal: benar
  2. Setelah zawal: tidak sah.

Kedudukan Niat dalam Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan

Kedudukan-Niat-dalam-Menjalankan-Ibadah-Puasa-Ramadhan

Terdapat dalil yang menjadi landasan hukum sebuah niat dalam melakukan ibadah, termasuk ibadah puasa di bulan ramadhan. Bahwasannya, ibadah tanpa didasari niat yang ikhlas maka tiada mendapatkan keutamaan dari ibadah tersebut. Diantaranya adalah sebagai berikut.

اِنَّآ اَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللّٰهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّيْنَۗ

Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al-Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya” (Q.S. Az-Zumar:2)

Kemudian, dalam firman Allah SWT dalam Surat Al-Bayyinah ayat 5 yang berbunyi:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

Artinya: “ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S. Al-Bayyinah:5)

Dalam hadist HR Bukhari dan Muslim juga menjelaskan hal itu. Hadist itu dapat diartikan sebagai berikut ini.

“Sesungguhnya setiap perbuatan itu diberi ganjaran sesuai dengan niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan niatnya, maka barangsiapa yang hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya untuk urusan dunia, atau untuk wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah untuk apa yang diniatkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kedua dasar baik Al-Qur’an dan Hadits tersebut dengan jelas telah menunjukkan, bahwa setiap perbuatan tidaklah memiliki arti apa-apa dalam pandangan syari’at jika tidak disertai dengan niat yang ikhlas. Dengan demikian, kedudukan niat dalam hal itu sebagai pembeda antara perbuatan yang sah (diterima syariat) dengan perbuatan yang tidak sah (tidak diterima syariat).

Kata “innama” pada hadits tersebut adalah sebagai pembatas. Dimana kata tersebut bertujuan sebagai penetap suatu perbuatan dan meniadakan perbuatan-perbuatan lain. Tentu saja yang dimaksud adalah perbuatan yang bertolak belakang dengan perbuatan yang ditetapkan tersebut.

Hakikat dari niat adalah bermaksud atau menyengaja (al-qashd), tempatnya adalah di dalam hati. Menurut pandangan lain, niat adalah bermaksud di hati dan dibuktikan dengan perbuatan. Oleh karena itu, sesuatu yang “diniatkan” dalam hati tetapi tidak dilaksanakan oleh indera, tidaklah (belum) termasuk niat.

Bacaan Niat Puasa Ramadhan Arab, Latin, Arti, dan Maknanya

Bacaan-Niat-Puasa-Ramadhan-Beserta-Maknanya

Dalam menjalankan ibadah puasa ramadhan, umat Islam wajib memenuhi rukun-rukun puasa. Niat menempati syarat pertama dalam rukun puasa. Berikut ini bacaan niat sebelum menunaikan ibadah puasa pada bulan ramadhan.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu sauma ghadin an’adai fardi syahri ramadhani hadzihisanati lillahita’ala

Artinya:

“Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta’ala.”

Makna dari sebuah niat sebelum melakukan puasa adalah mengamalkan ibadah puasa tersebut hanya karena Allah SWT. Dengan kata lain, ibadah puasa hanya ditujukan kepada Allah SWT semata dengan mengharapkan ridho dari-Nya. Bukan dilakukan karena tujuan yang lain.

Setelah mengetahui kedudukan dan bagaimana dasar hukum melakukan niat dalam menunaikan ibadah puasa pada bulan ramadhan, kini pasti tidak akan melewatkan ibadah tersebut tanpa niat. Sebab, telah dijelaskan di atas bahwa ibadah itu tergantung pada niatnya. Sehingga, dengan melafalkan dan membulatkan niat dengan ikhlas, akan mendapatkan ridho dari Allah SWT.

 

Lihat Juga :

  1. Doa Buka Puasa
  2. Isi Perjanjian Hudaibiyah
  3. Budi Pekerti : Pengertian, Manfaat, Ciri, Tujuan, Sifat Dan Contohnya
  4. Sejarah Agama Islam
  5. Pengertian Wakaf
Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Cari