Sejarah Suku Solor

Diposting pada

Sejarah Suku Solor

Sejarah-Suku-Solo

Dalam hal ini suku bangsa solor disebut juga orang Holo, Solot atau Ata Kiwan. Mereka mendiami daratan Pulau Solor yang terletak di sebelah selatan Pulau Adonara, di sebelah timur Pulau Flores. Daerah itu termasuk dalam wilayah Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.


Bahasa Suku Solor

Bahasa Solor termasuk ke dalam kelompok bahasa Melayu Polinesia atau Austronesia. Terbagi ke dalam tiga dialek yakni dialek Solor Barat, Solor Pegunungan dan Solor Timur.

Baca Juga : Sejarah Suku Lauje


Masyarakat Suku Solor

Pada zaman dulu orang Solor mendirikan desa-desa di daerah perbukitan. Pada zaman Belanda mereka dipaksa untuk berdiam di dataran rendah dekat pantai. Pola perkampungan mereka memusat kepada rumah persembahan milik klan patrilineal yang dominan.


Kehidupan ekonomi tradisional mereka tergantung kepada kegiatan perladangan, walaupun mereka juga harus berburu dan menangkap ikan untuk menambah bahan makanan. Tanaman pokok mereka adalah jagung, kemudian baru padi. Tanaman adalah sorgum, keladi, singkong, ketimun, kacang tanah, pisang, kelapa, tembakau, kapas, dan lain-lain. Setiap klan mengerjakan ladang komunal mereka secara gotong royong setiap tahun sekali. Setiap lahan ladang dengan sistem tebang bakar hanya bisa dimanfaatkan untuk dua kali tanam, setelah itu mereka harus membuka lagi belukar baru untuk dijadikan ladang.


Lahan lama ditinggalkan paling tidak selama enam sampai tujuh tahun, baru bisa dimanfaatkan kembali. Penduduk dekat pantai sudah banyak yang menggantungkan mata pencaharian mereka kepada pekerjaan nelayan. Kalau hasil ladangnya sangat buruk, maka kaum wanita Solor pergi ke hutan mengumpulkan lalapan untuk sayur, umbi-umbian dan buah-buahan hutan, siput air, kerang dan kepiting. Kaum lelakinya pergi berburu rusa, babi hutan, monyet dan burung. Juga ada yang beternak kambing, babi, kerbau dan ayam.

Baca Juga : Suku Limbai – Sejarah, Kekerabatan, Filosofi, Tradisi, Nilai-nilai, Mata Pencaharian, Asal Usul


Mata Pencaharian

Pada zaman dulu orang Solor mendirikan desa-desa di daerah perbukitan. Pada zaman Belanda mereka dipaksa untuk berdiam di dataran rendah dekat pantai. Pola perkampungan mereka memusat kepada rumah persembahan milik klan patrilineal yang dominan. Kehidupan ekonomi tradisional mereka tergantung kepada kegiatan perladangan, walaupun mereka juga harus berburu dan menangkap ikan untuk menambah bahan makanan. Tanaman pokok mereka ialah jagung, kemudian baru padi. Tanaman ialah sorgum, keladi, singkong, ketimun, kacang tanah, pisang, kelapa, tembakau, kapas dan lain-lain. Setiap klan mengerjakan ladang komunal mereka secara gotong royong setiap tahun sekali.


Setipa lahan ladang dengan sistem tebang bakar hanya bisa dimanfaatkan untuk dua kali tanam setelah itu mereka harus membuka lagi belukar baru untuk dijadikan ladang. Lahan lama ditinggalkan paling tidak selama enam sampai tujuh tahun, baru bisa dimanfaatkan kembali. Penduduk dekat pantai sudah banyak yang menggantungkan mata pencaharian meraka kepada pekerjaan nelayan. Kalau hasil ladangnya sangat buruk, maka kaum wanita Solor pergi ke hutan mengumpulkan lalapan untuk sayur, umbi-umbian dan buah-buahan hutan, siput air, kerang dan kepiting. Kaum lelakinya pergi berburu rusa, babi hutan, monyet dan burung. Juga ada yang beternak kambing, babi, kerbau dan ayam.

Baca Juga : Sejarah Suku Asmat


Sistem Kekerabatan Suku Solor

Sistem kekerabatan keluarga luas amat berpengaruh dalam kehidupan sosial individu Solor. Mereka umumnya lebih mengutamakan hubungan kekerabatan patrilineal, walaupun begitu ada beberapa sub kelompok yang tidak lagi berorientasi kepada keluarga luas “klan” tetapi lebih bersifat parental. Hubungan perkawinan kaum bangsawan biasanya mengidealkan perkawinan pihalk lelaki harus menyerahkan maskawin yang terpenting yakni gading gajah. Pria yang tidak mampu membayar maskawinnya harus mengabdikan diri dalam lingkungan keluarga asal istrinya. Dalam perkawinan biasa pengantin perempuan segera tinggal di rumah orang tua suami paling tidak untuk satu tahun, sebelum mereka mendirikan rumahnya.


Pemimpin paling utama dalam setiap lingkungan pemukiman adalah keturunan pemilik tanah asal yang disebut tuan alat “tuan tanah”, kemudian ada pula empat tingkat pemimpim keagamaan “kepercayaan lama” yakni koten, kelen, hurit dan marang. Diantara keempatnya kepala koten dianggap sebagai pemimpin utama. Kemudian kepala kelen sebagai asistennya, sedangkan yang dua lagi lebih banyak bertindak sebagai penasehat bagi kepala koten. Pada zaman Belanda, orang Solor terbagi menjadi enam kerajaan kecil yakni Larantuka, Adonara, Trong, Lamahala, Lawajong dan Lamakera, kemudian semuanya disatukan ke dalam kekuasaan Raja Larantuka.


Agama Suku Solor

Dalam hal ini umat muslim merupakan minoritas di NTT “Nusa Tenggara Timur” yang mayoritas penduduknya penganut Kristen “Katolik dan Protestan” namun sejarah keberadaan umat Muslim di kawasan itu telah berusia tua. Islam pertama kali masuk wilayah NTT pada abad ke 15 di pulau Solor yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Flores Timur, seperti juga di daerah di Nusantara, Islam masuk daerah itu dibawa para pedagang.

Baca Juga : Sejarah Suku Bugis


Solor menjadi daerah pertama penyebaran agama Islam di NTT karena letaknya strategis serta punya bandar-bandar penting di Pamakayo, Lohayong, Menanga dan Labala. Bandar-bandar itu sangat penting bagi kapal yang menunggu angin untuk melanjutkan palayaran ke Pulau Timur dan Maluku.

Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Cari