Pengertian Sistem Pemerintahan Demokrasi Liberal

Diposting pada

pengertian-demokrasi-liberal

Pengertian Demokrasi Liberal

Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jackques Rousseau. Semasa Perang Dingin, istilah demokrasi liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik Rakyat. Pada zaman sekaran demokrasi konstitusional umumnya dibanding–bandingkan dengan demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi.

Demokrasi liberal dipakai untuk menjelaskan sistem politik dan demokrasi barat di Amerika Serikat, Britania Raya, Kanada. Konstitusi yang dipakai dapat berupa republik (Amerika, India, Perancis) atau monarki konstitusional (Britania Raya dan Spanyol). Demokrasi liberal dipakai oleh negara yang menganut sistem presiedensial (AS), sistem parlementer (sistem westminster : Britania Raya dan Negara –negara persemakmurannya) atau sistem semi presidensial (Perancis).


Amerika adalah salah satu negara yang menganut sistem demokrasi liberal dengan konstitusi yang dipakai berupa republik. Amerika serikat sering dijadikan acuan keberhasilan demokrasi liberal oleh Negara-negara barat maupun Negara dunia ketiga seperti Indonesia salah satunya.Demokrasi liberal cukup berhasil di amerika serikat dimana kebebasan individu mendapat tempat yang tinggi di Negara tersebut.Negara tidak berhak mengatur dan membatasi kebebasan individu yang telah dilindungi oleh konstitusi. Dalam system kepartaian Amerika menganut dwi partai atau hanya ada dua partai di Negara tersebut yaitu partai republic dan democrat. Hal ini memberikan rakyatnya kebebasan memilih pemimpin sesuai kepentingan politiknya baik yang berhaluan konservatif maupun yang liberal.


Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak  – hak individu dari kekuasaan pemerintah  Dalam demokrasi liberal, keputusan – keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan–pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak  – hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.


Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang menganut kebebasan individu.

Dalam hak-hak individu konstitusional dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan mayoritas (perwakilan atau langsung) diterapkan di sebagian besar wilayah kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan bahwa keputusan pemerintah tidak melanggar kebebasan dan hak-hak individu sebagaimana tercantum dalam konstitusi. Demokrasi liberal pertama kali diusulkan pada teori Pencerahan kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke dan Jean-Jacques Rousseau. Selama Perang Dingin, demokrasi liberal menjalankan bertentangan dengan Republik Rakyat gaya komunisme. Dalam era saat ini demokrasi konstitusional umumnya dibandingkan dengan demokrasi langsung atau partisipasi demokratis.


Digunakan untuk menggambarkan sistem politik demokratis liberal dan demokrasi di Amerika Serikat bagian barat, Inggris, Kanada. Digunakan Konstitusi mungkin sebuah republik (Amerika Serikat, India, Perancis) atau monarki konstitusional (Inggris, Spanyol). Demokrasi liberal yang digunakan oleh negara-negara yang mengikuti sistem presidensial (Amerika Serikat), sistem parlementer (sistem Westminster: Britania Raya dan Commonwealth of Nations) atau sistem semi-presidensial (Prancis).


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : “Masa Demokrasi Terpimpin” Sejarah Dan ( Latar Belakang – Pelaksanaan )


Ciri-ciri Demokrasi Liberal

Adapun ciri-ciri Demokrasi Liberal yaitu :

  • Kedudukan badan legislatif lebih tinggi daripada badan eksekutif.
  • Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri.
  • Perdana Menteri dan menteri-menteri dalam kabinet di angkat dan di berhentikan oleh parlemen.
  • Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
  • Demokrasi liberal sering disebut sebagai demokrasi parlementer.
  • Kontrol terhadap negara, alokasi sumber daya alam dan manusia dapat terkontrol.
  • Kekuasaan eksekutif dibatasi secara konstitusional.
  • Kekuasaan eksekutif dibatasi oleh peraturan perundangan.
  • Kelompok minoritas (agama,etnis) boleh berjuang untuk memperjuangkan dirinya.
  • Kontrol negara, alokasi sumber daya dan sifat manusia dapat dikendalikan
  • Kekuasaan eksekutif secara konstitusional terbatas
  • Kekuasaan eksekutif dibatasi oleh hukum
  • Minoritas (agama, etnis) mungkin berjuang untuk dirinya

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Demokrasi Pancasila Dalam Beberapa Bidang Beserta Fungsi Dan Prinsipnya


Monarki Konstitusional

Monarki konstitusional adalah sejenis monarki yang didirikan di bawah sistem konstitusional yang suatu mengakui raja, ratu, atau kaisar sebagai kepala negara. Monarki konstitusional yang modern biasanya menggunakan konsep trias politica, atau triad politik. Ini berarti bahwa raja adalah hanya kepala simbolis cabang eksekutif. Jika raja memiliki kekuasaan penuh pemerintah, ia disebut monarki absolut atau monarki absolut.


Saat ini, monarki konstitusional biasanya dikombinasikan dengan demokrasi perwakilan. Oleh karena itu, kerajaan itu masih di bawah kekuasaan orang-orang, tetapi raja memiliki peran tradisional dalam suatu negara. Pada intinya, perdana menteri, pemimpin dipilih oleh rakyat, yang memerintah negara itu dan bukan Raja. Namun, ada juga seorang raja yang bergabung dengan kerajaan demokratis. Misalnya, selama Perang Dunia II, Kaisar Jepang bergabung dengan tentara kerajaan yang dipimpin oleh seorang diktator.

Beberapa sistem monarki konstitusional mengikuti keturunan; ketika yang lain melalui sistem demokrasi seperti di Malaysia di mana Yang di-Pertuan Agong Kings dipilih oleh Majelis setiap lima tahun.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Demokrasi – Sejarah, Bentuk, Prinsip, Ciri, Indonesia, Para Ahli

Sistem presidensial dan Semi presidensial

  • Sistem Presidensial

Sistem presidensial (presiden), juga disebut sistem kongres, sistem pemerintahan di mana kekuasaan eksekutif republik dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislatif. Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti kurangnya dukungan politik.

Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melanggar konstitusi, pengkhianatan, dan masalah kriminal yang terlibat, posisi presiden bisa dijatuhkan. Ketika ia dipecat untuk pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan berlangsung.


  • Sistem Semipresidensial

Sistem semi-presidensial adalah sistem pemerintahan yang menggabungkan kedua sistem pemerintahan: Presiden dan parlemen.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Sejarah Demokrasi Dunia – Pengertian, Macam, Prinsip, Ciri, Para Ahli

Demokrasi Liberal Indonesia (1950-1959)

Demokrasi-Liberal-Indonesia-1950-1959

Latar Belakang Demokrasi Liberal Indonesia

Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga jatuhnya kekuasaan Sukarno. Latar belakang dicetuskannya sistem Demokrasi Terpimpin oleh Presiden Soekarno :

  1. Dari segi keamanan : Banyaknya gerakan sparatis pada masa Demokrasi Liberal, menyebabkan ketidakstabilan di bidang keamanan.
  2.  Dari segi perekonomian : Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
  3. Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950.

Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran beliau agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD’45. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan voting yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante. Voting ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut. Hasil voting menunjukan bahwa :

  • 269 orang setuju untuk kembali ke UUD’45
  •  119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD’45

Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD’45 tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950. Bertolak dari hal tersebut,

Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :

  1. Tidak berlaku kembali UUDS 1950
  2. Berlakunya kembali UUD 1945
  3. Dibubarkannya konstituante
  4. Pembentukan MPRS dan DPA

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9 Juli 1959 diganti dengan Kabinet Kerja. Program Kabinet meliputi keamanan dalam negeri, pembebasan Irian Jaya, dan sandang pangan. Dengan Penetapan Presiden No.2 tahun 1959, dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), yang anggota-anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

  • Setuju kembali kepada UUD 1945
  •  Setia kepada perjuangan RI, dan
  • Setuju dengan Manifesto Politik.

Keanggotaan MPRS terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah dan wakil-wakil golongan. Tugas MPRS adalah menetapkan garis-garis besar haluan negara sesuai pasal 2 UUD 1945. Presiden juga membentuk Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang diketuai oleh Presiden sendiri, mempunyai kewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada Pemerintah (pasal 16 ayat 2 UUD 1945). DPA dilantik pada tanggal 15 Agustus 1959.


DPR hasil Pemilihan Umum tahun 1955 tetap menjalankan tugasnya dengan landasan UUD 1945 dan dengan menyetujui segala perombakan yang dilakukan oleh pemerintah, sampai tersusun DPR baru. Semula nampaknya anggota DPR lama akan mengikuti saja kebijaksanaan Presiden Sukarno, akan tetapi ternyata kemudian mereka menolak Anggaran Belanja Negara tahun 1960 yang diajukan oleh pemerintah. Penolakan Anggaran Belanja Negara tersebut menyebabkan dikeluarkannya Penetapan Presiden No.3 tahun 1960, yang menyatakan pembubaran DPR hasil Pemilihan Umum tahun 1955.


Tindakan itu disusul dengan usaha pembentukan DPR baru. Dan pada tanggal 24 Juni 1960 Presiden Sukarno telah selesai menyusun komposisi DPR baru yang diberi nama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Para anggota DPR-GR yang baru itu dilantik pada tanggal 25 Juni 1960. Komposisi DPR-GR terdiri dari anggota golongan Nasionalis, Islam, dan Komunis dengan perbandingan 44:43:30. Peraturan-peraturan dan tata-tertibnya juga ditetapkan oleh Presiden. Tugas DPR-GR adalah melaksanakan Manipol, merealisasikan Amanat Penderitaan Rakyat, dan melaksanakan Demokrasi Terpimpin. Pada tanggal 5 Januari 1961 Presiden Sukarno menjelaskan lagi kedudukan DPR-GR yaitu bahwa DPR-GR adalah pembantu Presiden/Mandataris MPRS dan memberi sumbangan tenaga kepada Presiden untuk melaksanakan segala sesuatu yang ditetapkan oleh MPRS.


Presiden Sukarno pada upacara bendera Hari Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1959 mengucapkan pidato yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita. Dalam sidangnya pada bulan September 1959, DPA dengan suara bulat mengusulkan kepada pemerintah agar pidato Presiden tanggal 17 Agustus tersebut dijadikan garis-garis besar haluan negara, dan dinamakan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol). Usul DPA itu diterima baik oleh Presiden Sukarno. Dan pada sidangnya pada tahun 1960, MPRS menetapkan Manifesto Politik itu menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).


Dalam Ketetapan itu diputuskan pula, bahwa pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960 dengan judul: “Jalannya Revolusi Kita” dan Pidato Presiden tanggal 30 September di muka Sidang Umum PBB yang berjudul To build the world anew (Membangun dunia kembali) merupakan pedoman-pedoman pelaksanaan Manifesto Politik. Terhadap perkembangan politik itu pernah ada reaksi dari kalangan partai-partai, antara lain dari beberapa pemimpin Nahdlatul Ulama (NU) dan dari PNI. Reaksi juga datang dari Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) dan Sutomo (Bung Tomo) dari Partai Rakyat Indonesia. Sutomo mengajukan pengaduan kepada Mahkamah Agung dengan suratnya tanggal 22 Juni 1960. Sutomo menuduh kabinet bertindak sewenang-wenang dan mengemukakan beberapa fakta sebagai berikut:

  • Paksaan untuk menerima Manipol dan Usdek, tanpa diberi tempo terlebih dahulu untuk mempelajarinya;
  • Paksaan supaya diadakan kerja sama antara golongan Nasionalis, Agama, dan Komunis;
  • Paksaan pembongkaran Tugu Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Jakarta.

Memang di kalangan partai-partai terdapat variasi sikap dan pendapat. Pelbagai tokoh partai menggabungkan diri dalam Liga Demokrasi yang menentang pembentukan DPR-GR. Liga Demokrasi diketuai oleh Imron Rosyadi dari NU, tergabung beberapa tokoh NU, Parkindo, Partai Katholik, Liga Muslim, PSII, IPKI, dan Masyumi. Pada akhir bulan Maret 1960 Liga tersebut mengeluarkan satu pernyataan yang antara lain menyebutkan: supaya dibentuk DPR yang demokratis dan konstitusional. Oleh sebab itu, hendaknya rencana pemerintah untuk membentuk DPR-GR yang telah diumumkan tersebut, ditangguhkan. Adapun sebagai alasan dikemukakan antara lain:

  1. Perubahan perimbangan perwakilan golongan-golongan dalam DPR-GR, memperkuat pengaruh dan kedudukan suatu golongan tertentu.
  2. DPR yang demikian pada hakekatnya adalah DPR yang hanya akan meng-ia-kan saja, sehingga tidak dapat menjadi soko guru negara hukum dan demokrasi yang sehat.
  3. Pembaharuan dengan cara pengangkatan sebagaimana yang dipersiapkan itu adalah bertentangan dengan azas-azas demokrasi yang dijamin oleh undang-undang.

Pelaksanaan demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi yang berlaku saat itu, yakni Undang Undang Dasar Sementara 1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sejak dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal 3 November 1945, tetapi kemudian terbukti bahwa demokrasi liberal atau parlementer yang meniru sistem Eropa Barat kurang sesuai diterapkan di Indonesia. Tahun 1950 sampai 1959 merupakan masa berkiprahnya parta-partai politik. Dua partai terkuat pada masa itu (PNI & Masyumi) silih berganti memimpin kabinet. Sering bergantinya kabinet sering menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan.

Ciri-ciri demokrasi liberal adalah sebagai berikut :

  • Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat
  • Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah
  • Presiden bisa dan berhak berhak membubarkan DPR
  • Perdana Menteri diangkat oleh Presiden

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Demokrasi – Sejarah, Bentuk, Fungsi, Prinsip, Asas, Ciri, Macam, Indonesia, Sikap, Para Ahli

Kabinet Demokrasi Liberal Indonesia

Kabinet-Demokrasi-Liberal-Indonesia

  • 1. Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)

Merupakan kabinet koalisi yang di pimpim oleh partai Masyumi, dipimpin oleh Muhammad Natsir.

Program:

  1. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
  2. Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
  3. Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
  4. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
  5. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.

Hasil: berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat.


Masalah yang dihadapi:

  • Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan).
  • Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.

Berakhirnya kekuasaan kabinet:
Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.


  • 2. Kabinet Sukiman (27 April 1951-03 April 1952)

Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI. Dipimpin Oleh Sukiman Wiryosanjoyo.

Program :

  1. Menjamin keamanan dan ketentraman.
  2. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.
  3. Mempercepat persiapan pemilihan umum.
  4. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.

Hasil : Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjtkan program Natsir hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman.


Masalah yang dihadapi :

  • Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika.
  • Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
  • Masalah Irian barat belum juga teratasi.
  • Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.


  • 3. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)

Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya, di pimpin oleh Mr. Wilopo

Program :

  1. Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
  2. Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.

Hasil :

  • Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
  • Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.
  • Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.

  • Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen.

    Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan. Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak. Muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam kebijakan KSAD.Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.


  • Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh.
    Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).

Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden.


  • 4. Kabinet Alisastroamijoyo i (31 Juli 1953-12 Agustus 1955)

Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU, Dipimpin Oleh Mr. Ali Sastroamijoyo.

Program :

  1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
  2. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
  3. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
  4. Penyelesaian Pertikaian politik.

Hasil :

  • Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955.
  • Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.

Maslah yang di hadapi :

  1. Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
  2. Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.
  3. Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.
  4. Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
  5. Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :
NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.


  • 5. Kabinet Burhanuddin Haeahap (12 Agustus 1955- 03 Maret 1956)

Dipimpin Oleh : Burhanuddin Harahap.

Program :

  1. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
  2. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
  3. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
  4. Perjuangan pengembalian Irian Barat
  5. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.

Hasil :

  • Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
  • Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
  • Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer.
  • Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
  • Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.


  • 6. Kabinet Alisastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 04 Maret 1957)

Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU, Dipimpin Oleh Ali Sastroamijoyo Program : Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut.

  1. Perjuangan pengembalian Irian Barat
  2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
  3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
  4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
  5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.

Selain itu program pokoknya adalah :

  • Pembatalan KMB,
  • Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif,
  • Melaksanakan keputusan KAA.

Hasil :
Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB

Masalah yang dihadapi :

  1. Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
  2. Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
  3. Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya.
  4. Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
  5. Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.


  • 7. Kabinet Djuanda (09 April 1957 – 05 Juli 1959)

Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik, Dipimpin Oleh Ir. Juanda.

Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :

  1. Membentuk Dewan Nasional
  2. Normalisasi keadaan Republik Indonesia
  3. Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
  4. Perjuangan pengembalian Irian Jaya
  5. Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
    Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.

Hasil :

  • Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
  • Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
  • Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
  • Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.

Masalah yang di hadapi :

  1. Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
  2. Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
  3. Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.


Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : √ Sejarah Demokrasi Di Indonesia Secara Singkat Menurut Pandangan Para Pendiri Bangsa


Ekonomi Indonesia Masa Liberal

Ekonomi-Indonesia-Masa-Liberal

Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.

Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.

  1. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
  2. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
  3. Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
  4. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.
  5. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
  6. Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
  7. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
  8. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
  9. Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
  10. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.

  • Masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :
    Mengurangi jumlah uang yang beredar
    Mengatasi Kenaikan biaya hidup
  • Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah :
    Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : √ Pengertian Demokrasi Langsung Dan Tidak Langsung Serta Perbedaannya

Kebijakan Pemerintah Mengatasi Ekonomi Masa Liberal

Kebijakan-Pemerintah-Mengatasi-Ekonomi-Masa-Liberal

Kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah ekonomi masa Liberal. Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.

  • 1. Gunting syfruddin

Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya.Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950. Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar. Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.


  • 2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng

Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia).


Programnya :

  • Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
  • Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
  • Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
  • Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.

Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar.


Kegagalan program ini disebabkan karena :

  1. Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
  2. Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
  3. Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
  4. Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
  5. Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
  6. Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.

Dampaknya program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.


  • 3. Nasionalisasi De Javasche Bank

Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredi tharus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis.
Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.


  • 4. Sistem ekonomi Ali Baba

Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah:

  1. Untuk memajukan pengusaha pribumi.
  2. Agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
  3. Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
  4. Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.
    Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina.
    Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba:
  5. Pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf.
  6. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional
  7. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada.
    Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
  8. Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
  9. Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
  10. Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.

  • 5. Persaingan Finansial Ekonomi (FINEK)

Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi :

  1. Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
  2. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
  3. Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.

Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.

Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB.
Dampaknya Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.


  • 6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)

Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.

Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.


RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :

  • Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
  • Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
  • Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.

  • 7. Musyawarah Nasional Pembangunan

Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang.


Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena :

  1. Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
  2. Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
  3. Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
  4. Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
  5. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.

DAFTAR PUSTAKA
– http://www.artikelsiana.com/2015/08/demokrasi-pengertian-ciri-ciri-macam.html
– http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2015/10/pengertian-sistem-pemerintahan-demokrasi-liberal.html
– https://history1978.wordpress.com/2013/03/26/indonesia-masa-demokrasi-liberal-1950-1959/
Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Cari