Zat Aditif

Diposting pada

Pada dasarnya baik masyarakat desa maupun kota, pasti telah menggunakan zat aditif makanan dalam kehidupannya sehari-hari. Secara ilmiah, zat aditif makanan di definisikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Disini zat aditif makanan sudah termasuk : pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, antioksidan, pengemulsi, pengumpal, pemucat, pengental, dan anti gumpal.

zat-aditif

Istilah zat aditif sendiri mulai familiar di tengah masyarakat Indonesia setelah merebak kasus penggunaan formalin pada beberapa produk olahan pangan, tahu, ikan dan daging yang terjadi pada beberapa bulan belakangan. Formalin sendiri digunakan sebagai zat pengawet agar produk olahan tersebut tidak lekas busuk/terjauh dari mikroorganisme. Penyalahgunaan formalin ini membuka kacamata masyarakat untuk bersifat proaktif dalam memilah-milah mana zat aditif yang dapat dikonsumsi dan mana yang berbahaya.

Pengertian Zat Aditif Menurut Para Ahli

  • Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 003 Tahun 2012

zat aditif makanan adalah bahan yang ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Zat aditif atau Bahan Tambahan Pangan (BPT) didefinisikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu proses pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu, sifat, atau bentuk pangan (Permenkes RI No 329/ Menkes/ PER/ XII/ 76 dalam Amalia, Rizky. 2016).

Jadi, zat aditif adalah bahan tambahan pada pangan yang ditambahkan baik dalam pemrosesan, pengolahan, pengemasan atau penyimpanan makanan untuk meningkatkan mutu, sifat, atau bentuk pangan. Di Indonesia pemakaian zat aditif diatur oleh Departemen Kesehatan, sedangkan pengawasannya dilakukan oleh Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM).

Penggunaan zat aditif pada makanan dengan tujuan tertentu ini terikat pada norma-norma yang harus dipatuhi, yang bersifat sebagai berikut :

  1. Dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut.
  2. Tidak mengurangi zat-zat esensial didalam makanan.
  3. Mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan.
  4. Menarik bagi konsumen tetapi tidak merupakan suatu penipuan.
  • Menurut (Belitz, 2009)

Zat aditif makanan adalah zat atau campuran dari beberapa zat yang ditambahkan ke dalam makanan baik pada saat produksi, pemrosesan, pengemasan atau penyimpanan dan bukan sebagai bahan baku dari makanan tertentu. Pada umumnya, zat aditif atau produk degradasinya akan tetap berada dalam makanan, akan tetapi dalam beberapa kasus zat aditif dapat hilang selama pemrosesan

Menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996

tentang Pangan Bahan Tambahan Pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.

Fungsi Zat Aditif

bahan tambahan makanan (zat aditif) dikelompokkan menjadi 14, di antaranya, yaitu :

  • antioksidan dan antioksidan sinergis,
  • pengasam, penetral,
  • pemanis buatan,
  • pemutih dan pematang,
  • penambah gizi,
  • pengawet,
  • pengemulsi (pencampur),
  • pemantap dan pengental,
  • pengeras,
  • pewarna alami dan sintetis,
  • penyedap rasa dan aroma,

MACAM-MACAM ZAT ADITIF

Zat aditif dikategorikan dalam 2 jenis yaitu zat aditif sebagai bahan tambahan pangan (BTP) dan zat aditif non pangan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 235/MEN.KES/ PER/VI/1979 tanggal 19 Juni 1979 mengelompokkan BTM (Bahan Tambahan Makanan) berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi 13 diantaranya sebagai berikut:

  1. Antioksidan
  2. Antikempal
  3. Pengasam, penetral, dan pendapar
  4. Enzim
  5. Pemanis buatan
  6. Pemutih
  7. Penambah gizi
  8. Pengawet
  9. Pengemulsi, pemantap dan pengental
  10. Pengeras
  11. Pewarna alami dan sintetik
  12. Penyedap rasa dan aroma
  13. Sekuestran/ pengikat logam

(Permekes RI No 722/Menkes/PER/XII/88)

Macam-macam zat aditif pangan adalah sebagai berikut.

  •             Zat Aditif Pangan

            Zat aditif pangan dibedakan menjadi zat aditif alami dan buatan atau sintetis. Zat aditif alami merupakan zat aditif yang diperoleh dari bahan alami sedangkan zat aditif buatan merupakan zat aditif yang dihasilkan dari proses non alami atau secara kimiawi.

  1. Penyedap rasa

Penyedap rasa adalah bahan tambahan makanan yang berfungsi menambah cita rasa (penyedap), mengembalikan cita rasa makanan itu sendiri yang mungkin hilang saat proses pemasakan dan memberikan cita rasa tertentu pada makanan. Penyedap rasa ada yang berasal dari bahan alami atau sintetis. Contoh penyedap rasa alami yaitu bawang putih, garam dapur, cabai.

  1. Bawang putih, selain sebagai pengawet bawang putih juga digunakan sebagai bahan penyedap. Mengandung alicin, sulfur dan iodin.
  2. Garam dapur, merupakan penyedap sekaligus pengawet pada makanan yang biasanya digunakan oleh petani laut untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya dengan cara diasinkan. Rasa asin pada garam dapur berasal dari natrium klorida (NaCl) dari air laut yang diuapkan.
  3. Cabai, cabai yang berwarna merah digunakan sebagai penyedap rasa yang merangsang selera makan seseorang. Selain itu, cabai merah juga mengandung vitamin C dan vitamin A yang lebih banyak daripada cabai yang berwarna hijau.

Contoh penyedap rasa sintetis atau penyedap rasa buatan yaitu vetsin atau MSG (Monosodium Glutamat), nukleotida seperti guanosin monofosfat (GMP). Penyedap rasa sintetis ini berfungsi untuk memberi rasa gurih pada makanan (Lena, Kirara. 2017).

  1. Pewarna

Pewarna pangan juga ada yang berasal dari bahan alami maupun sintetis. Pewarna alami berasal dari tumbuhan atau hewan. Contoh pewarna alami yaitu kunyit yang memberikan warna kuning, daun pandan memberikan warna hijau, buah naga memeberikan warna merah dan lain sebagainya. Pewarna alami memiliki keunggulan lebih sehat untuk dikonsumsi daripada pewarna sintetis. Namun, pewarna alami juga memiliki kekurangan yaitu cenderung memberikan aroma dan rasa khas yang tidak diinginkan, warnanya kurang menarik, mudah rusak karena pemanasan.


        Pada saat ini sebagian besar masyarakat tertarik dengan makanan yang berwarna-warni karena menarik untuk dimakan, sehingga banyak yang memakai pewarna sintetis karena memberikan warna yang kuat atau sesuai yang kita inginkan untuk mewarnai makanan supaya lebih menarik. Bahan pewarna buatan lebih dipilih oleh masyarakat karena memiliki beberapa keunggulan yaitu harganya murah, warnanya lebih kuat, memiliki banyak pilihan warna dan tidak mudah rusak karena pemanasan.


Contoh pewarna sintetis yaitu Brilliant blue FCF memberikan warna biru, Karmoisin, Eritrosin dan Ponceau 4R memberikan warna merah, Sunset Yellow FCF memberikan warna kuning, Cokelat HT memberikan warna coklat dan Fast Green FCF memberikan warna hijau (Lena, Kirara. 2017). Penyalahgunaan zat aditif  pewarna sintetis pada makanan yang memberika warna mencolok  yaitu Rhodamin B dan Methanyl yellow (Hernawan, Edi, dkk. 2016).

  1. Pemanis

Pemanis digunakan untuk memberikan atau menambah rasa manis yang lebih kuat pada makanan. Pemanis alami yang didapatkan dari tumbuhan atau hewan contonya gula pasir yang didapatkan dari sari tebu, gula jawa, gula aren, kulit kayu dan madu dari bunga atau lebah. Sedangkan pemanis buatan diproduksi dan digunakan hanya karena mengurangi asupan gula yang tinggi kalori tanpa mengurangi rasa manis pada makanan atau minuman.


Macam-macam pemanis yang biasa digunakan yaitu siklamat, sakarin dan aspartam. Yang memiliki rasa getir atau pahit yaitu sakarin sedangkan siklamat dan aspartam tidak menimbulkan rasa pahit hanya rasa manisnya melebihi sukrosa (Falahudin,Irham. 2016).

  1. Aspartam, tingkat kemanisannya 200 kali lebih manis dari gula tebu.
  2. Sakarin, tingkat kemanisannya 300 kali lebih manis dari gula tebu.
  3. Kalium Asesulfam, tingkat kemanisannya 200 kali lebih manis dari gula tebu.
  4. Siklamat (natrium siklamat atau kalium siklamat), tingkat kemanisannya 30 kali lebih manis dari gula tebu.

Perbedaan-pemanis-alami-dan-pemanis-buatan

Tabel 1. Perbedaan pemanis alami dan pemanis buatan

(Ramlawati, dkk. 2017)

  1. Pengawet

Bahan pengawet digunakan untuk mengawetkan pangan supaya bisa bertahan lebih lama untuk dapat dikonsumsi dalam kondisi baik. Pengawetan bahan makanan dapat dilakukan secara fisika, biologi dan kimia. Pengawetan secara fisik yaitu dengan cara pembekuan, pemanasan, pendinginan, pengasapan, pengeringan, pengkalengandan penyinaran. Pengawetan secara biologis dapat dilakukan dengan cara fermentasi atau peragian dan penambahan enzim, seperti enzim papain dan enzim bromelin.


Pengawetan secara kimia bisa dengan penambahan pengawet yang diingkin. Ada 2 jenis pengawet yaitu pengawet alami dan pengawet sintetis. Pengawet alami yang sering digunakan yaitu cuka, garam, bawang putih, gula.

  1. Garam dapur, dapat mengawetkan makanan karena menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri dalam makanan. Hal ini karena sifat garam yaitu higroskopis (menyerap kandungan air dalam makanan). Pengawetan menggunakan garam memungkinkan daya simpan makanan lebih lama dibandingkan produk segarnya. Contoh ikan laut yang hanya tahan beberapa hari, jika diasinkan dapat tahan lami hingga berminggu-minggu.
  2. Cuka, bersifat asam yang mampu membunuh bakteri makanan. Larutan asam 4% dalam air merupakan asam cuka yang sering digunakan untuk mengawetkan buah atau sayuran untuk mencegah pertumbuhan jamur.
  3. Bawang putih, mengandung allicin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada makanan.

Pengawet sintetis yang boleh ditambahkan pada bahan pangan sesuai ijin Badan POM Indonesia pada tabel berikut.

Tabel 2. Pengawet sintetis dan kegunaannya

Pengawet Kegunaan
Natrium Benzoat Sebagai pengawet minuman ringan, margarin, kecap, saus, manisan, buah kaleng.
Asam Benzoat Sebagai pengawet minuman ringan, margarin, kecap, saus, manisan, buah kaleng.
Natrium Nitrit Sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging dan ikan.
Asam Propionat Sebagai pengawet roti, keju dan mentega.
Asam Sorbat Untuk menghambat pertumbuhan kapang dan ragi serta mengawetkan roti, keju, sari buah, dan acar.

(Lena, Kirara. 2017)

  1. Pemberi aroma

Pemberi aroma adalah zat yang memberikan aroma tertentu pada bahan pangan, sehingga makanan memiliki daya tarik untuk dinikmati. Pemberi aroma alami yang sering digunakan yaitu daun jeruk (memberikan bau segar dan dapat menghilangkan bau amis pada ikan), minyak atsiri atau vanili (memberikan rasa dan aroma harum), serai (menambahkan aroma segar pada minuman penghangat tubuh). Sedangkan pemberi aroma sintetis yaitu pada tabel berikut.

Tabel 3. Pemberi aroma sintetis

Pemberi Aroma Sintetis Aroma Yang Dihasilkan
Etil Butirat Aroma dan rasa buah nanas
Metil Butirat Aroma dan rasa buah apel
Oktil Asetat Aroma dan rasa buah jeruk
Amil Asetat Aroma dan rasa buah pisang
Butil Asetat Aroma dan rasa buah murbei
Propil Asetat Aroma dan rasa buah pir
Etil Format Aroma dan rasa buah rum

(Lena, Kirara. 2017)

  1. Bahan pengasam

Bahan pengasam adalah bahan pengatur keasaman pangan yang dapat menghilangkan rasa mual saat mengkonsumsi makanan. Selain itu dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Bahan pengatur keasaman alami contohnya jeruk nipis yang biasanya digunakan pada soto atau minuman. Sedangkan bahan pengatur keasaman sintetis contohnya cuka (asam asetat), asam sitrat, asam laktat, asam tatrat, natrium bikarbonat dan amonium bikarbonat (Lena, Kirara. 2017).

  1. Antioksidan

Antioksidan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat menghambat . menunda, atau mencegah terjadinya kerusakan oksidatif dalam makanan. (Santoso dalam Sari,2018). Definisi lain dari antioksidan adalah zat-zat yang apabila ada dalam konsentrasi yang lebih rendah daripada konsentrasi zat-zat yang dapat dioksidasi secara nyata dapat menunda atau mneghambat oksidasi substrat tersebut.


Beberapa macam antioksidan yang aman digunakan dalam makanan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012, antioksidan alami diantaranya lesitin, vitamin C, tokoferol atau vitamin E. Antioksidan sintetis diantaranya askorbil palmitat, Butil hidroksianisol atau BHA (digunakan untuk lemak dan minyak makanan), Butil hidroksitoluen atau BHT (digunakan untuk lemak, margarin dan minyak makanan), propil galat dan TBHQ.

  1. Pengemulsi, pemantap dan pengental

Zat aditif ini bila ditambahkan pada makanan dapat membantu pembentukan sistem dispersi yang homogen. Contoh Gom Arab yaitu bahan aditif alami yang berfungsi untuk mengemulsi minyak dan air supaya menyatu. Garam alginat dan gliserin yaitu bahan aditif buatan yang berfungsi untuk memekatkan dan menstabilkan makanan sehingga bertekstur lembut. Selain itu, contoh lain yaitu agar-agar dan gelatin.

  1. Pengeras

Zat aditif ini bila ditambahkan pada makanan dapat membantu memperkeras makanan tersebut. Contoh pengeras sintetis yaitu kalium glukonat yang digunakan pada buah kalengan, alumunium amonium sulfat yang digunakan pada acar ketimun botol.

  1. Sekuestran

Zat aditif ini bila ditambahkan pada makanan dapat membantu untuk mengikat ion logam polivalen. Contohnya asam fosfat pada lemak dan minyak makanan, kalium sitrat pada es krim, kalsium dinatrium EDTA.

  1. Antikempal

Antikempal merupakan bahan tambahan yang dapat mencegah proses penggumpalan atau pengepalan yang terjadi pada makanan, seperti serbuk, tepung dan bubuk. Sehingga mudah dikemas dan dikonsumsi. Bahan ini biasanya ditemukan dalam susu (alumunium silikat), garam meja (kalsium aluminium silikat), dsb. (F. G. Winarno dan Titi Sulistyowati Rahayu, 1994, 24).

  1. Pemutih

Pemutih merupakan bahan zat aditif yang digunakan untuk memutihkan bahan yang dicampurinya. Pemutih pada proses pembuatan tepung berguna untuk mempercepat proses pemutihan dan pemanggangan tepung sehingga dapat meningkatkan kualitas tepung. Contoh zat aditif pemutih: asam askorbat, aseton peroksida, dan kalium bromat (F. G. Winarno dan Titi Sulistyowati Rahayu, 1994, 25).

  1. Penambah gizi

Zat aditif merupakan suatu zat yang ditambahkan pada suatu produk. Zat aditif penambah gizi merupakan zat aditif yang berguna untuk meningkan gizi dalam produk tersebut. Zat aditif yang ditambahkan dapat berupa mineral dan vitamin. Contoh zat aditif penambah gizi: asam askorbat dalam minuman kemasan, feri fosfat, vitamin A, vitamin D, dsb. (Regina, 2009).

  • Zat Aditif Non Pangan

Zat aditif non pangan merupakan zat tambahan buatan labolatorium (zat tambahan sintetis) yang berbahaya jika dikonsumsi. Oleh karena itu, zat aditif ini tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi, baik dalam jumlah kecil atau besar. Akan tetapi, di lingkungan masyarakat zat aditif ini sering digunakan dalam penambahan bahan makan. Hal ini dapat terjadi, karena harga bahan yang relative murah, sehingga banyak produsen yang mengunakan zat aditif tersebut dalam makanan tanpa memikirkan dampaknya bagi tubuh konsumen. Menurut Kirara Lena (2017:19) terdapat beberapa macam-macam zat aditif non pangan yang sering digunakan masyarakat yaitu:

  1. Boraks

Boraks merupakan bahan kimia yang digunakan dalam industry kertas, pengawet kayu, keramik, serta gelas. Daya pengawet boraks disebakan oleh senyawa aktif asam borat (H3BO3). Asam borat merupakan antiseptic yang sering digunakan sebagai campuran bahan kosmetik dan pengobatan (luka kecil). Akan tetapi, beberapa masyarakat yang tidak bertanggung jawab banyak yang meggunakan boraks dalam penambahan makana (yang biasanya ada pada produk penjualan). Ciri makanan yang mengandung boraks adalah tekstur pada makanan menjadi lebih kenyal, tidak mudah putus, mengkilap dan tidak lengket.


Penggunaan boraks dalam jumlah besar maka akan berdampak buruk bagi tubuh. Boraks tidak dapan dikonsumsi atau digunakan pada luka luas, karena racun yang ada pada boraks dapat terserap dalam tubuh. Banyaknya boraks yang masuk dalam tubuh dapat tertimbun atau terakumulasi dalam organ. Gangguan yang terjadi pada orang yang mengonsumsi boraks dapat berupa diare, muntah, pusing hingga kanker.

  1. Formalin

Formalin berasal dari senyawa kimia yaitu formaldehida. Formaldehida yang direaksikan dengan air disebut formalin. Formalin memiliki kegunaan sebagai bahan pestisida, pengawet tekstil, dan pembersih lantai. Selain itu, formalin juga digunakan dalam mengawetkan mayat atau preparat dalam praktikum. Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang menyalahgunakannya. Formalin biasanya digunakan dalam mengawetkan makan, sehingga makan yang dijual dapat bertahan hingga waktu yang lama. Sama halnya dengan boraks, formalin yang masuk dalam tubuh seseorang akan merusak organ orang tersebut.

     Beberapa makanan yang mengandung formalin memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Produk Makanan Ciri-ciri
Ayam potong Berwarna putih bersih, awet dan tidak mudah busuk.
Ikan basah Tidak rusak dalam 3 hari pada suhu kamar, insang berwarna merah tua bukan merah segar dan terdapat bau menyengat formalin.
Tahu Tekstur lebih kenyal, tidak mudah hancur, awet hingga 3 hari serta berbau formalin.
Ikan asin Tidak rusak hingga lebih dari 1 bulan, warna ikan putih bersih, tidak erbau ikan asin.
Mie basah Awet hingga 2 hari serta lebih kenyal.
Bakso Tidak rusak hingga lebih dari 5 hari serta memiliki tekstur yang kenyal seperti karet.

Tabel 4. Ciri-ciri makanan yang mengandung formalin

(Lena, Kirara. 2017)

  1. Pewarna Tekstil

Zat pewarna tekstil merupakan zat pewana yang dapat diserap oleh tekstil dan mudah dihilangkan. Dalam masyarakat banyak kasus penyalahgunaan zat pewarna tekstil pada makanan. Pewarna tekstil tidak boleh dikonsumsi karena pada pewarna tersebut terdapat banyak residu logam berat sehingga berbahaya bagi tubuh. Kebanyakan masyarakat meggunakan pewarna tekstil karena harganya yang murah dan memiliki warna yang mencolok. Warna makan yang dihasilkan pewarna tekstil cenderung berpendar serta terdapat titik-titik yang tidak merata.


Selain itu, pewarna teksil juga dapat menyebabkan kanker karena bersifat karsiogenik. Beberapa contoh pewarna tekstil adalah brown FG, orane G, rhodamin B dan methanil yellow. Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Rhodamine B termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan. Namun demikian penyelaahgunaan Rhodamine B sebagai zat pewarna pada makanan masih sering terjadi di lapangan dan diberikan di beberapa media massa. Rhodamine B ditemukan pada mkanan dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup. (Putra,dkk. 2014)

DAMPAK PENGGUNAAN ZAT ADITIF

Zat aditif yang masuk dalam tubuh kita akan menghasilkan dampak, baik zat aditif pangan atau zat aditif non pangan. Kirara Lena (2017:21) memaparkan dalam bukunya bahwa setiap bahan aditif dapat digunakan sebagai penambah makan jika memang bahan tersebut digunakan dalam pengolahan pangan (zat aditif pangan), akan tetapi zat aditif pangan yang terlalu banyak dikonsumsi diatas ambang penggunaannya juga akan menimbulkan dampak bagi kesehatan, baik zat aditif pangan ataupun zat aditif non pangan. Beberapa dampak yang dihasilkan oleh zat aditif, yaitu:

  1. Pewarna

Penggunaan pewarna pada makanan yang boleh dan aman digunakan adalah pewarna untuk makanan (food grade), bukan pewarna tekstil. Baik pewarna alami maupun pewarna buatan (sintetis). Selain itu, pewarna yang masuk dalam tubuh harus disesuaikan kadarnya. Jika suatu senyawa pewarna melebihi ambang batas pengonsumsiannya, maka akan menimbukan dampak negative bagi tubuh. Contonya wortel.


Wortel merupakan suatu sumber makan yang mengandung betakaroten. Sementara itu betakaroten merupakan salah satu kumpulan dari karatenoid yang nantinya akan diubah menjadi vitamin A oleh tubuh. Wortel yang dikonsumsi secara berlebih akan menyebabkan tubuh mengalami perubahan warna kulit (carotemia)Carotemia merupakan gangguan pada system pencernaan, diseabkan oleh serat yang dikonsumsi berlebih dapat mengganggu kelacaran usus dalam bekerja. Selain itu, dampak lainnya adalah hipotensi, lemas dan malas karena pada wotel mengadung lemak yang rendah.


Makanan yang megandung pewarna tekstil akan menimbulkan dampak negatif bagi tubuh. Hal ini karena pewarna tekstil bukan pewarna yag digunakan untuk makanan, yang mana pada pewarna tekstil mengandung residu logam berat yang dapat menumpuk dalm tubuh, dan akhirnya akan membuat tubuh menjadi rusak. Penggunaan pewarna tekstil pada makanan tidak dianjurkan, baik dalam jumlah kecil atau besar.


Beberapa zat pewarna yang diperbolehkan sebagai bahan makanan dan penyakit yang ditimbulkan:

Zat Pewarna Penyakit yang Ditimbulkan
Tartazin Meningkatkan hiperaktif anak.
Sunset yellow Kerusakan kromosom.
Pounceau 4R Anemia.
Carmoisine Menyebabkan kanker hati serta menimbulkan alergi.
Quinolone yellow Hypertrophy, hyperplasia, carcinomas kelenjar tiroid.

Tabel 5. Zat pewarna yang diperbolehkan dan penyakit yang ditimbulkan (Lena, Kirara. 2017)

  1. Pemanis

Senyawa pemanis sangan penting bagi tubuh, yang mana dapat diubah menjadi cadangan energi. Salah satu contoh dari pemanis yaitu siklamat. Menurut Effendy, dkk (2016) dampak penggunaan siklamat dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Dampak positif siklamat yakni dapat digunakan untuk membantu dalam manajemen berat badan, pencegahan karies gigi, kontrol glukosa darah penderita diabetes melitus/DM, dan juga dapat digunakan untuk menggantikan gula dalam makanan.


Dampak negatif penggunaan BTP berlebih untuk jangka pendek adalah sakit perut, diare, demam, sakit kepala, mual, dan muntah, sedangkan efek jangka panjang dapat menyebabkan memicu timbulnya kanker atau karsinogenik, gangguan saraf, gangguan fungsi hati, iritasi lambung, dan perubahan fungsi sel. Akan tetapi mengonsumsi pemanis yang berlebih dapat menggangu kesehatan pula.Dampak dari mengonsumsi pemanis yang berlebih yaitu kanker kandung kemih serta tumor. Hal ini terjadi ketika menggunakan pemanis non nutritive (sakarin dan siklat). Selain itu, dapat pula menimbulkan penyakit diabetes.

  1. Pengawet

Ada beberapa pengawet yang diperbolehkan dalam mengawetkan makan seperti garam dan gula. Selain itu ada pula beberapa senyawa pengawet yang diperbolehkan penggunaannya dalam makan serta dapat menimulkan dampak negative, yaitu:

Zat Pengawet Penyakit yang Ditimbulkan
Natamysin Mual, muntah, tidak nafsu makan dan diare.
Kalsium Asetat Kerusakan pada fungsi ginjal.
Nitrit dan Nitrat Mempengaruhi system peredaran besar, keracunan, sulit bernapas, sakit kepala, anemia, radang ginjal dan muntah.
Kalsium Benzoate Dapat menyebabkan asma.
Sulfur Dioksida Mempercepat serangan asma, dapat melukai lambung, mutasi genetic, kanker dan alergi.
Kalsium dan Natrium Propionate Jika berlebihan maka akan menyebabkan migren, kelelahan dan kesulitan tidur.
Natrium Metasulfat Alergi pada kulit

Tabel 6. Zat pengawet yang diperbolehkan dan penyakit yang ditimbulkan (Lena, Kirara. 2017)

Selain itu, ada pula pengawet yang dilarang penggunaannya dalam makanan, yaitu:

Zat Pengawet Penyakit yang Ditimbulkan
Formalin Kanker paru-paru, gangguan alat pencernaan, penyakit jantung serta dapat merusak system saraf.
Boraks Mual, muntah, diare, penyakit kulit, kerusakan ginjalserta gangguan pada otak dan hati.

Tabel 7. Zat pengawet yang tidak diperbolehkan dan penyakit yang ditimbulkan (Lena, Kirara. 2017)

  1. Penyedap Rasa

Penyedap rasa merupakan senyawa yang digunakan untuk meyedapkan makanan dengan memperkuat rasa daging. Penyedap rasa yang sering digunakan berupa Mononatrium Glutamate dan Monosodium Glutamate. Dengan adanya penyedap rasa, makanan akan lebih enak dan nikat. Akan tetapi jika penyedap rasa digunakan melebihi batas ambang penggunaanya maka akan menimbulkan kerusakan pada organ tubuh. Seperti halnya dengan penggunaan Mononatrium Glutamate dan Monosodium Glutamate yang berlebih maka akan menyebabkan kelaianan hati, trauma, stress, demam tinggi, migran, asma, ketidakmampuan dalam belajar hingga depresi.


Upaya Mengurangi Dampak Negatif Penggunaan Zat Aditif

Penggunaaan zat aditif pada makanan sering kali menimbulkan berbagai dampak negatif. Dampak yang paling sering muncul adalah dari penggunaan bahan aditif sintetik karena menggunakan bahan kimia hasil olahan industri. Dari berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan bahan aditif, kita perlu berhati – hati dalam mengkonsumsi makanan yang mengandung zat aditif. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan zat aditif makanan adalah sebagai berikut.

  • a)       Mengkonsumsi makanan yang mengandung zat aditif tidak berlebihan.
  • b)       Teliti memilih makanan yang mengandung zat aditif dengan memeriksa kemasan, karat atau cacat lainnya.
  • c)       Amati apakah makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh berbeda dari warna aslinya. Biasanya makanan yang mencolok warnanya mengandung pewarna tekstil.
  • d)       Cicipi rasa makanan tersebut. Lidah juga cukup jeli membedakan mana makanan yang aman dan mana yang tidak. Makanan yang tidak aman umumnya berasa tajam, misalnya sangat gurih dan membuat lidah bergetar. Biasanya makanan-makanan seperti itu mengandung penyedap rasa dan penambah aroma berlebih.
  • e)        Memilih sendiri zat aditif yang akan digunakan sebagai bahan makanan.
  • f)         Menggunakan zat aditif yang berasal dari alam.
  • g)         Perhatikan kualitas makanan dan tanggal produksi dan serta kadaluarsa yang terdapat pada kemasan makanan yang akan dikonsumsi.
  • h)         Baui juga aromanya. Bau apek atau tengik menandakan bahwa makanan tersebut sudah rusak atau terkontaminasi oleh mikroorganisme.
  • i)         Amati komposisi serta bahan – bahan kimia yang terkandung dalam makanan dengan cara membaca komposisi bahan pada kemasan.
  • j)         Memeriksa apakah makanan yang akan dikonsumsi telah terdaftar di Departemen Kesehatan atau belum.

 

Baca Juga :

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Amalia, Rizky. 2016. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Android Materi Zat Aditif Dan Zat Adiktif Untuk Tingkat Smp Kelas VIII. Malang : FMIPA UM

Falahudin, Irham. 2016. Uji Kandungan Siklamat Pada Legen Jamu Gendong Di Kelurahan Sekip Jaya Palembang. Jurnal Biota. Vol (2:141)

Hernawan, Edi, dkk. 2016.  Analisis Zat Aditif Rhodamin B Dan Methanyl Yellow Pada Makananyang Dijual Di Pasaran Kota Tasikmalaya, Jurnal Kesehatan, Vol (17 : 16)

Sari Dwi, Nikita. 2017. Pengembangan Mini Ensiklopedia Food Additives Antioksidan Dan Pemanis. Malang : FMIPA UM

Siswanti Lena, Kirara. 2017. Pengembangan Bahan Ajar Ipa Terpadu Dengan Model Pembelajaran Problem Base Learning (PBL) Pada Materi Zat Aditif Dan Zat Adiktif Untuk Siswa SMP/Mts Kelas VIII. Malang : FMIPA UM

Peraturan Kepala BPOM RI No.38 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Antioksidan

Ramlawati, dkk. 2017. Sumber Belajar Penunjang PLPG Mata Pelajaran IPA BAB IX Zat Aditif dan Adiktif Serta Sifat Bahan dan Pemanfaatannya. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

  1. Ranny Yulia Effendi, S. Ranny Yulia., Fardian,Nur., Maulina, Fury. 2016. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Kandungan Pemanis Buatan Siklamat pada Selai Roti di Kota Lhokseumawe Tahun 2016. Dari: ojs.unimal.ac.id/index.php/averrous/article/download/453/376

Putra, Ilham Rizka., Asterina., Isrona, Laila. 2014. Gambaran Zat Pewarna Merah pada Saus Cabai yang Terdapat pada Jajanan yang Dijual di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Padang Utara. Dari: jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/108

Hidayati, Sri dkk.2009.Sains Biologi 2 SMA/MA.Jakarta: Bumi Aksara

Puspita, Diana. 2009.Alam Sekitar IPA Terpadu.Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Cari